Saat pulang dari kerja tiba-tiba adik Ane mendekati Ane dan bilang:
Adik Ane : Kang besok tanggal 3 disuruh membimbing anak SMP
jalan-jalan lo Kang!
Ane : Hah, dimana itu?
Adik Ane : Rencana ke Museum Lampung, Pantai Sari Ringgung, dan
Transmart.
Jadi begini sob, selain bekerja menjadi seorang guru di SMP PGRI 1 Way Serdang Ane juga bekerja menjadi PPK Way Serdang dan kebetulan saat itu sedang padat-padatnya mengurusi masalah PEMILU. Tapi Ane cukup beruntung karena pas selesai mengikuti rapat rekapitulasi di tingkat kabupaten, kabar ini Ane terima.
Jadi begini sob, selain bekerja menjadi seorang guru di SMP PGRI 1 Way Serdang Ane juga bekerja menjadi PPK Way Serdang dan kebetulan saat itu sedang padat-padatnya mengurusi masalah PEMILU. Tapi Ane cukup beruntung karena pas selesai mengikuti rapat rekapitulasi di tingkat kabupaten, kabar ini Ane terima.
Berhubung pada tanggal itu Ane tidak ada kegiatan, juga karena hobi, serta tempat-tempat tersebut belum pernah Ane sambangi kecuali Museum Lampung maka saat itu juga Ane langsung menyetujuinya dengan mengatakan OK.
Ya, walaupun Ane lahir di Lampung namun belum banyak tempat-tempat wisata yang Ane kunjungi. Ane lebih banyak menghabiskan waktu di Kota Jogja dan sesekali main ke Lombok dan Bali. Ingin sekali sieh mengeksplorer banyak tempat di tanah kelahiran sendiri, namun dikarenakan keadaan sekarang yang sudah tidak seperti dahulu yang mempunyai banyak waktu maka Ane menyiasatinya dengan cara mengeksplorernya secara bertahap.
Berselang dua hari waktu yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Keberangkatan kita direncanakan jam 12 malam dengan perkiraan waktu sampai di Museum Lampung tiba pada pagi hari. Maklum, museum ini terletak di Ibukota Provinsi Lampung yakni Bandar Lampung, sementara rumah Ane berada di Kabupaten Mesuji. Perjalanan dari rumah Ane hingga Bandar Lampung memakan waktu sekitar 4-5 Jam. Cukup lumayan bukan :-)
Selepas shalat Isya, Ane bersama adik Ane (Ia pun ingin ikut) mulai mempersiapkan diri. Tak ada persiapan khusus karena cuman satu hari saja kita berwisata. Tepat jam setengah 12 malam Ane bersama adik Ane menuju ke titik awal pemberangkatan. Sesampainya disana ternyata baru ada beberapa anak murid saja yang kumpul, sedangkan Bapak/Ibu gurunya pun belum ada yang kumpul. Jangankan itu lawong mobilnya saja yang mau kita naiki belum juga datang. Yasudahlah Ane pulang dulu dan adik Ane, Ane tinggal di lokasi. Sudah satu jam ku menunggu di rumah, tapi tak ada kabar. Alhasil pada jam setengah 1 pagi Ane menuju ke lokasi pemberangkatan. Tapi apa sob? mobilnya belum juga datang, namun peserta jalan-jalan sudah hampir semua kumpul. Syukur tepat pada pukul setengah 2 pagi mobilnya datang dan semua peserta juga sudah pada kumpul. Jadi tak butuh waktu lama kita menata diri dalam bus, habis itu wussss perjalanan dimulai.
Awalnya kita melewati jalan berbatu dan bergelombang kurang lebih sekitar 20 Km, didalam mobil bisa dibayangkan rasanya seperti apa. Kalau sobat pernah naik kuda ya mungkin seperti itulah dan itulah kondisi pada umumnya infrastruktur jalan di desa-desa Provinsi Lampung. Sebenarnya tak jauh dari titik pemberangkatan itu ada jalan tol, tapi jalannya belum diresmikan dan belum sepenuhnya terhubung satu sama lain. So, mau tidak mau mobil yang kita naiki ini harus melewati jalan biasa dan jalan nasional.
Keluar dari jalan pedesaan, kini masuk jalan nasional tepatnya Jalan Raya Lintas Timur. Jalannya cukup mulus dan jalan inilah yang akan kita lewati hingga ke Bandar Lampung. Awalnya Ane berfikir kalau mobil ini bakalan lewat jalan tol Terbanggi Besar - Bakauheni, karena memang jalan tol Terbanggi Besar - Bakauheni sudah bisa digunakan sepenuhnya. Ternyata tidak, nyatanya sesampainya di depan gerbang pintu tol bus ini tetap melaju kencang tanpa memperdulikannya. Tarik terus mang!
Ku lirik sebuah jam di HP dan waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi, itu artinya sudah memasuki waktu shalat subuh. Sesuai dengan dugaan Ane ditengah perjalanan kita mampir dahulu di sebuah tempat untuk beristirahat dan tempat yang kita singgahi bernama Masjid Istiqlal. Namanya memang sama dengan Masjid Istiqlal di Jakarta, namun Masjid Istiqlal ini berada di Bandar Jaya, Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Beragam aktivitas mulai dari shalat, makan, mandi kita lakukan disini. Ane memilih untuk tidak mandi, selain cuaca masih dingin juga berencana sekalian mandi di Pantai Sari Ringgung saja karena cuma membawa pakaian ganti satu pasang saja. Memasuki masjidnya ternyata cukup besar juga dan Ane perkirakan masjid ini dapat menampung ribuan jamaah.
Habis shalat dan makan, kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Sekitar 1,5 jam sampailah kita di tempat yang kita maksud yakni Museum Negeri Lampung atau warga masyarakat biasa menyebutnya dengan Museum Lampung yang beralamatkan di Jl. ZA Pagar Alam No. 64, Gedong Meneng, Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung. Terhitung sudah dua kali ini Ane mengunjunginya, pertama saat Ane masih duduk di bangku SMP dan kedua saat inilah dimana Ane bukan lagi menjadi seorang siswa namun sudah menjadi seorang guru.
Kalau lewat mah sering. Saat memasuki halaman museum, kita sudah disuguhi beberapa macam koleksi diantaranya disisi kanan museum terdapat rumah khas budaya Lampung yaitu rumah panggung kayu. Sedangkan disisi kanan dan kiri sebelum pintu masuk terdapat meriam kuno yang syarat akan nilai sejarah. Tak ingin berlama-lama diluar, langsung saja kita masuk kedalam. Kali ini Ane tak membayar tiket masuk alias gratis karena ikut rombongan :-).
Pertama kali koleksi Museum Lampung yang Ane lihat adalah Alpabet/aksara Lampung bertuliskan:
Ka Ga Nga Pa Ba Ma Ta Da Na Ca Ja Nya Ya A La Ra Sa Wa Ha Gha. Beserta angka Lampungnya dan sebuah foto Pahlawan Nasional bernama R.Mohamad Mangoendiprodjo yang lahir pada tanggal 5 Januari 1905 dan wafat pada tanggal 13 Desember 1988 dimakamkan di TMP-Lampung.
Ada 2 lantai didalam museum ini, kita bisa memulai mengeksplorer dari lantai satu terlebih dahulu atau lantai dua karena tangga naik maupun turun berada tepat setelah pintu masuk. Ane memilih untuk mengeksplorer lantai 1 terlebih dahulu. Pemandangan yang paling mencolok di ruang pameran ini adalah sebuah diorama meletusnya Gunung Krakatau. Penampakan fisik gunung lengkap dengan nyala lava yang yang membara serta kepulan asap putih keabu-abuan jelas tergambar. Bisa dibayangkan betapa ngerinya suasana saat itu.
Koleksi-koleksi lainnya yang dapat Ane temui di lantai satu yaitu berbagai macam benda peninggalan prasejarah, zaman kedatangan islam, masa penjajahan, pasca kemerdekaan bangsa Indonesia dan ada juga benda-benda peninggalan Raden Intan II, berbagai macam jenis batuan dan mineral serta beberapa prasasti seperti Prasasti Bungkuk, Prasasti Batu Bedil, dan Prasasti Bawang.
Naik ke lantai dua, setidaknya ada dua buah koleksi yang menarik perhatian Ane yakni keberadaan tempayan (paseu) lengkap dengan sebuah gambar yang menerangkan akan tempayan ini. Paseu digunakan sebagai bak mandi/berendam oleh gadis (Lampung: Mulei) sebelum upacara akad nikah. Keramik Dinasti Ching bermotif burung, tumbuh-tumbuhan dan bunga. Berasal dari Kedondong, Pesawaran.
Selanjutnya koleksi beragam aksesori yang berkaitan dengan adat-istiadat Lampung. Mulai dari aksesori yang berkaitan dengan upacara kehamilan, kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, perkawinan hingga kematian. Salah satu contohnya kain tapis. Kain tapis adalah tenunan yang berbentuk kain sarung, dipakai oleh wanita suku Lampung pada saat upacara adat, terbuat dari benang kapas, bermotif dasar horizontal, pada bidang tertentu diberi hiasan sulaman benang emas, benang perak, atau sutera, benang sugi dengan menggunakan sistem sulam (Lampung: Cucuk/Nyucuk).
Itulah sob sedikit pelajaran yang Ane dapatkan dari museum ini dan kalau sobat ingin melihat-lihat lebih detail lagi tentang koleksi-koleksi yang ada di Museum Lampung, silahkan sobat datang langsung kesini. Museum Lampung ini mudah ditemukan kok sob, hanya berjarak sekitar 700 meter kearah selatan Terminal Rajabasa. Dari terminal ini, Museum Lampung ada sebelah kiri (timur) jalan.
Keluar dari jalan pedesaan, kini masuk jalan nasional tepatnya Jalan Raya Lintas Timur. Jalannya cukup mulus dan jalan inilah yang akan kita lewati hingga ke Bandar Lampung. Awalnya Ane berfikir kalau mobil ini bakalan lewat jalan tol Terbanggi Besar - Bakauheni, karena memang jalan tol Terbanggi Besar - Bakauheni sudah bisa digunakan sepenuhnya. Ternyata tidak, nyatanya sesampainya di depan gerbang pintu tol bus ini tetap melaju kencang tanpa memperdulikannya. Tarik terus mang!
Ku lirik sebuah jam di HP dan waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi, itu artinya sudah memasuki waktu shalat subuh. Sesuai dengan dugaan Ane ditengah perjalanan kita mampir dahulu di sebuah tempat untuk beristirahat dan tempat yang kita singgahi bernama Masjid Istiqlal. Namanya memang sama dengan Masjid Istiqlal di Jakarta, namun Masjid Istiqlal ini berada di Bandar Jaya, Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Beragam aktivitas mulai dari shalat, makan, mandi kita lakukan disini. Ane memilih untuk tidak mandi, selain cuaca masih dingin juga berencana sekalian mandi di Pantai Sari Ringgung saja karena cuma membawa pakaian ganti satu pasang saja. Memasuki masjidnya ternyata cukup besar juga dan Ane perkirakan masjid ini dapat menampung ribuan jamaah.
Habis shalat dan makan, kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Sekitar 1,5 jam sampailah kita di tempat yang kita maksud yakni Museum Negeri Lampung atau warga masyarakat biasa menyebutnya dengan Museum Lampung yang beralamatkan di Jl. ZA Pagar Alam No. 64, Gedong Meneng, Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung. Terhitung sudah dua kali ini Ane mengunjunginya, pertama saat Ane masih duduk di bangku SMP dan kedua saat inilah dimana Ane bukan lagi menjadi seorang siswa namun sudah menjadi seorang guru.
Kalau lewat mah sering. Saat memasuki halaman museum, kita sudah disuguhi beberapa macam koleksi diantaranya disisi kanan museum terdapat rumah khas budaya Lampung yaitu rumah panggung kayu. Sedangkan disisi kanan dan kiri sebelum pintu masuk terdapat meriam kuno yang syarat akan nilai sejarah. Tak ingin berlama-lama diluar, langsung saja kita masuk kedalam. Kali ini Ane tak membayar tiket masuk alias gratis karena ikut rombongan :-).
Pertama kali koleksi Museum Lampung yang Ane lihat adalah Alpabet/aksara Lampung bertuliskan:
Ka Ga Nga Pa Ba Ma Ta Da Na Ca Ja Nya Ya A La Ra Sa Wa Ha Gha. Beserta angka Lampungnya dan sebuah foto Pahlawan Nasional bernama R.Mohamad Mangoendiprodjo yang lahir pada tanggal 5 Januari 1905 dan wafat pada tanggal 13 Desember 1988 dimakamkan di TMP-Lampung.
Alpabet/Aksara Lampung beserta Angka Lampungnya |
Ada 2 lantai didalam museum ini, kita bisa memulai mengeksplorer dari lantai satu terlebih dahulu atau lantai dua karena tangga naik maupun turun berada tepat setelah pintu masuk. Ane memilih untuk mengeksplorer lantai 1 terlebih dahulu. Pemandangan yang paling mencolok di ruang pameran ini adalah sebuah diorama meletusnya Gunung Krakatau. Penampakan fisik gunung lengkap dengan nyala lava yang yang membara serta kepulan asap putih keabu-abuan jelas tergambar. Bisa dibayangkan betapa ngerinya suasana saat itu.
Koleksi-koleksi lainnya yang dapat Ane temui di lantai satu yaitu berbagai macam benda peninggalan prasejarah, zaman kedatangan islam, masa penjajahan, pasca kemerdekaan bangsa Indonesia dan ada juga benda-benda peninggalan Raden Intan II, berbagai macam jenis batuan dan mineral serta beberapa prasasti seperti Prasasti Bungkuk, Prasasti Batu Bedil, dan Prasasti Bawang.
Aaamieeen! |
Naik ke lantai dua, setidaknya ada dua buah koleksi yang menarik perhatian Ane yakni keberadaan tempayan (paseu) lengkap dengan sebuah gambar yang menerangkan akan tempayan ini. Paseu digunakan sebagai bak mandi/berendam oleh gadis (Lampung: Mulei) sebelum upacara akad nikah. Keramik Dinasti Ching bermotif burung, tumbuh-tumbuhan dan bunga. Berasal dari Kedondong, Pesawaran.
Selanjutnya koleksi beragam aksesori yang berkaitan dengan adat-istiadat Lampung. Mulai dari aksesori yang berkaitan dengan upacara kehamilan, kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, perkawinan hingga kematian. Salah satu contohnya kain tapis. Kain tapis adalah tenunan yang berbentuk kain sarung, dipakai oleh wanita suku Lampung pada saat upacara adat, terbuat dari benang kapas, bermotif dasar horizontal, pada bidang tertentu diberi hiasan sulaman benang emas, benang perak, atau sutera, benang sugi dengan menggunakan sistem sulam (Lampung: Cucuk/Nyucuk).
Siger, simbol khas budaya Lampung |
Narsis dulu sob, biar tidak dituduh hoax :-) |
Terimakasih artikelnya menarik,.
BalasHapusTerimakasih kembali
Hapus