Terhitung, sudah dua kali Ane menginjakkan kaki di Kota Kembang. Ya, pertama saat Ane pulang ke kampung halaman Ane di Lampung dengan menggunakan kuda hijau dan mampir disini dan yang kedua belum lama ini Ane laksanakan karena ada suatu kepentingan yang harus Ane kerjakan. Ya namanya saja anak yang suka travelling, walaupun ada hal penting yang harus dikerjakan didaerah baru, tetap saja meluangkan waktunya buat keliling-keliling didaerah tersebut.
Kebetulan hal penting yang harus Ane kerjakan itu ada di Kota Kembang, Bandung. Jadi, selain mengerjakan hal penting tersebut juga ada waktu yang Ane gunakan khusus untuk mengeksplorer lebih jauh tentang kota ini. Nggak usah Ane ceritakan ya sob tentang hal penting apa yang harus Ane kerjakan itu, soalnya terlalu pribadi sieh, hehehe. Sekarang Ane ceritakan saja tentang pengalaman Ane menjelajah kota ini.
Waktu sudah Ane tentukan kira-kira tanggal berapa Ane harus pergi kesana. Ya, tanggal 13 Oktober 2017 Ane harus sudah ada di Kota Bandung. Awalnya Ane sempat bingung hendak naik apaan untuk sampai sana. Pasalnya selain kereta api, juga ada bus, travel, dan pesawat terbang yang bisa Ane gunakan. Satu demi satu Ane lakukan analisis terhadapnya. Pertama, Ane langsung mengeliminasi pesawat terbang dan travel karena harganya yang terbilang cukup mahal. Nah, sekarang tinggal kereta api dan bus. Disini cukup membingungkan Ane karena harga tiket kereta api kelas bisnis dengan tiket bus eksekutif berbeda tidak jauh bahkan hampir sama. Keduanya sama-sama enak dan nyaman, setelah mempertimbangkan berbagai hal akhirnya jatuhlah pilihan hati Ane pada kamu, iya kamu. Eh maksudnya kereta api tapi dengan kelas ekonomi, why? tak lain dan tak bukan karena harganya yang terbilang cukup ekonomis.
Masalah tiket Ane tangguhkan terlebih dahulu. Berhubung sudah ada kepastian hari apa Ane hendak kesana maka dari itu Ane searching-searching dahulu tentang penginapan mana yang akan Ane singgahi. Mulai dari berbagai situs booking online hingga cerita-cerita sahabat blog yang sudah pernah kesana. Dari sini Ane dapatkan sebuah informasi kalau ada sebuah penginapan yang cukup ekonomis dan terletak tidak jauh dari Stasiun Kiaracondong. Tak hanya berupa alamat dan harganya saja yang Ane dapatkan, tetapi juga nomor teleponnya. Untuk mematiskan kebenaran informasi tersebut langsung saja Ane hubungi nomor tersebut. Jreng, jreng, jreng, ternyata benar tentang apa semua yang tertera didalam internet tersebut. Nama penginapan itu bernama "Paksoma Homestay", letaknya sekitar 1,3 Km dari Stasiun Kiaracondong. Mengetahui kebenaran dari informasi tersebut, Ane langsung membookingnya untuk 2 hari. Check in tanggal 12 dan check out tanggal 14.
Masalah penginapan sudah selesai. Sekarang tinggal beli tiket di Stasiun Lempuyangan. Loh kenapa harus di stasiun nis beli tiketnya? kan secara online bisa dan bayarnya di indomaret, alfamart, kantor pos atau bank. Iya, semua itu memang benar Sob. Berhubung Ane sering wara-wiri kesana-kemari melewati stasiun ini jadi ya sekalian mampir dan beli disini. Enaknya setelah beli tiket bisa langsung mencetaknya. Alhasil mampirlah Ane disini. Tapi apa sob yang terjadi? ternyata Ane harus gigit jari lantaran loket yang melayani pembelian tiket jarak jauh sudah tutup, yang buka hanya loket yang melayani pembatalan tiket saja. Ane kira pelayanan tiket tutupnya sampai malam, ternyata tidak. Pelayanan tiket jarak jauh di Stasiun Lempuyangan ini mulai di buka pada jam 9 pagi hingga tutupnya jam 4 sore. Informasi ini Ane peroleh dari Cutomer Service (CS). Ane pun disarankan oleh pegawai CS tersebut untuk datang besok pagi atau tidak beli saja secara online. Sebagai seseorang yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung, Weeeeek, manutlah Ane.
Pada keesokan harinya walaupun pada kenyataannya siang hari, berangkat lagi Ane menuju stasiun. Kali ini Ane bisa bernapas lega, loketnya sudah buka dan sebelum membelinya Ane diharuskan mengambil nomor antrian terlebih dahulu dan mengisi formulir yang sudah disediakan. Hulala, ternyata Ane mendapatkan nomor antrian yang cukup besar sehingga Ane harus menunggu dalam waktu yang cukup lama. Satu jam sudah Ane menunggu dan akhirnya nama Ane dipanggil. Ane serahkan saja KTP Ane dan formulir yang sudah Ane isi. Tak lama kemudian Ane mendapatkan selembar kertas putih yang berisi kode booking. Beranjak dari loket ini kemudian Ane menuju tempat pencetakan tiket. Seperti inilah alat pencetakan tiket tersebut.
Sekarang mah canggih dan lebih ketat lagi, tidak seperti dulu. Dulu begitu beli langsung mendapatkan tiket dan tanpa menggunakan nomor identitas, sekarang mah harus mencetak sendiri dan membelinya harus menggunakan nomor identitas. So, okelah. Setelah Ane masukkan kode booking, keluarlah sebuah tiket yang sesuai dengan nama dan identitas Ane.
Mantab, tiket sudah ada di genggaman. Sehari menjelang keberangkatan, sesampainya di rumah, Ane mempersiapkan segalanya mulai dari pakaian, dokumen apa yang harus dibawa hingga berbagai macam peralatan yang penting untuk nantinya.
Hari yang Ane tunggu-tunggu sudah tiba, 11 Oktober 2017. Ane berangkat dari Jogja pada sore hari menjelang petang pukul 18.15. Ane sengaja memilih waktu ini dikarenakan dengan kunjungan yang singkat tapi bisa mengeksplorer banyak tempat serta hal yang paling penting yaitu hemat, hehehe. Dengan melakukan perjalanan malam hari, tentu Ane sudah tak dipusingkan lagi dengan biaya penginapan, ya nggak sob? Sesampainya disana Ane berencana langsung keliling seharian full mengelilingi Kawasan Wisata Lembang dengan cara menyewa sepeda motor.
Dari rumah bude Ane, Ane menuju ke tempat kost adik Ane terlebih dahulu sebelum menuju Stasiun Lempuyangan. Hari itu kebetulan jam kuliah adik Ane cukup padat sampai sore hari jam setengah lima. Tapi okelah, itu tak masalah bila Ane harus menunggu. Setelah dia menyelesaikan urusan kuliahnya barulah dia mengantarkan Ane ke stasiun.
Jarak dari kost adik hingga stasiun tidak terlalu jauh hanya memakan waktu sekitar 20 menit saja dalam keadaan normal. Sesampainya disana Ane menyarankan kepada adik Ane untuk langsung pulang saja karena takut kemalaman. Diapun menuruti perkataan Ane tersebut dan kini petualangan siap dimulai. Dengan niat baik, Ane langkahkan kaki untuk check in.
Disini dilakukan pemeriksaan oleh petugas, apakah tiket sudah sesuai dengan identitas atau tidak? setelah clear sesuai, Ane diperbolehkan untuk masuk. Masih ada waktu sekitar tiga perempat jam lagi Ane menunggu kereta datang. Ane gunakan waktu ini sebaik mungkin untuk melihat-lihat apa yang ada didalam. Maklum, walaupun dekat dengan kediaman Ane tapi Ane sangat jarang sekali pergi-pergi menggunakan kereta. Pernah sieh Ane pergi menggunakan kereta, tapi itu dulu sekitar tahun 2011-an. Dahulu stasiun ini cukup sederhana dan terkesan jauh dari kata nyaman, kini stasiun ini berubah menjadi begitu bagus dan nyaman. Ada banyak kursi yang dapat digunakan oleh penumpang sembari menunggu kereta datang, selain itu para pedagang asongan yang dahulu terkesan bebas dan semrawut, kini sudah tidak ada lagi dan sekarang digantikan dengan kios-kios penjual makanan dan minuman yang sudah tertata dengan rapi. Cukup baguslah kemajuannya.
Tiga perempat jam sudah berlalu, berdecak kagum Ane dibuatnya dengan kedatangan kereta yang dahulu in time sekarang menjadi on time. Sesuai jadwal, tepat pukul 18.15 kereta yang Ane tunggu sudah tiba. Begitu tiba para penumpang mulai memasuki gerbong kereta sesuai dengan nomor tempat duduk. Lagi-lagi Ane dibuatnya terpesona, dahulu yang namanya kelas ekonomi itu tidak ada AC nya serta penumpang belum tentu kebagian tempat duduk. Eh lakok sekarang biar dikata kereta api kelas ekonomi tapi ada AC nya dan tak ada seorang penumpang pun yang harus berdiri alias tidak kebagian tempat duduk.
Berarti perubahan ini sungguh sangat luar biasa. Satu lagi dahulu para pedagang asongan bebas kesana-kemari berjualan didalam kereta sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang digantikan oleh penjual tetapi penjual tersebut memakai seragam dan tidak memaksa. Top markotop. Kereta berjalan mulai meninggalkan stasiun, di Stasiun Tugu kereta ini tidak berhenti melainkan lanjut lagi. Tidak berapa lama, seorang pedagang datang menghampiri para penumpang. Dia menawarkan bantalnya yang bisa disewa dengan harga 7k saja. Didalam perjalanan ini Ane sehemat mungkin dalam mengeluarkan duit, maka Ane tak mau menyewanya. Coba, penyewaan bantal ini sudah termasuk didalam tiket tentu akan beda ceritanya, hehehe.
Agar tak bosan, didalam kereta ini Ane gunakan untuk mengobrol dengan penumpang lain disebelah kursi Ane. Pria lanjut usia, berambut putih dan berpakaian agak luset. Namun begitu, dia sungguh teman yang menyenangkan untuk di ajak bicara. Ada banyak hal yang kita obrolkan hingga tak terasa Ane terlelap ketiduran. Ya, namanya tidur didalam kendaraan pasti tidak selelap tidur dirumah sendiri atau hotel. Beberapa kali kereta yang Ane naiki ini berhenti sebentar di stasiun-stasiun. Walaupun demikian tepat pukul 3 pagi kereta ini berhenti di Stasiun Kiaracondong.
Sesuai dengan tujuan Ane, turunlah Ane dari kereta. Ane sempat bingung, apakah Ane langsung menuju penginapan atau berhenti dahulu sembari menunggu pagi. Ane duduk sebentar sebelum keluar dari stasiun. Tak sengaja, saat duduk-duduk santai Ane bertemu dengan adik angkatan Ane saat mengenyam di bangku kuliah namanya Ardi. Kita sempat ngobrol-ngobrol sebentar, diujung cerita Ane mengajak dia untuk menginap di penginapan yang sudah Ane booking sebelumnya. Apakah dia mau atau tidak? ternyata dia tidak menolaknya.
Sebagai konsekuensinya kita langsung menuju keluar dan berjalan kaki menuju tempat penginapan, karena letak penginapan sendiri tidak terlalu jauh dari stasiun jadi tidak masalah. Begitu keluar, kita langsung belok kanan menelusuri jalan Jend. Ibrahim Adjie hingga sejauh kira-kira 900 meter. Begitu menemukan Jl. Soma yang mengarah kearah kanan, kita belok kearah kanan. Kurang lebih 300 meter setelah melewati sebuah jembatan kecil, ada belokan jalan yang mengarah kearah kanan. Disamping itu, terpasang sebuah plank tepat di sisi kiri jalan yang menunjukkan letak Masjid Al Multazam. Beloklah kita kearah jalan tersebut. Setelah melewati masjid, ada 2 gang yang kita temui, gang yang kedualah penginapan yang akan kita inapi itu berada. Namanya "Paksoma Homestay".
Gang yang kedua ini ada pintu gerbangnya. Namun sayang beribu sayang pintu gerbangnya masih dalam keadaan terkunci. Maklum, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi dan adzan subuh pun belum berkumandang. Jadi mau tidak mau kita harus menunggu sampai pagi hari tiba. Sembari menunggu, kita pergi ke masjid terlebih dahulu buat mendirikan shalat subuh. Tak sengaja seusai shalat subuh kita bertemu dengan sang pemilik homestay. Jadi setelah sampai di penginapan, kita langsung dibukakan ruang kamar yang masih kosong.
Ada 2 kamar yang masih kosong, 1 kamar berada di lantai bawah dan 1-nya lagi berada di lantai yang ke-2. Kita disuruh memilih dan akhirnya kita putuskan untuk menempati kamar yang berada di lantai yang kedua saja. Seharusnya kita check in minimal jam 12 siang, tetapi kita check in jam 5 pagi. Kita kira tidak ada biaya tambahannya. Eh ternyata tidak, kita dikenakan biaya tambahan sebesar 50 persen. Kalau sendiri tarifnya 80k per malam, berhubung berdua jadi 100k per malam. So, uang yang harus kita bayarkan sebesar 150k saja.
Penginapan ini cukup sederhana. Didalam ruangan hanya terdapat beberapa fasilitas saja yang tersedia seperti meja dan kursi, spring bed yang dilengkapi dengan 2 buah bantal, kamar mandi dalam, dan sebuah televisi dengan model lama. Selain sebagai tempat penginapan, Paksoma Homestay ini juga menyediakan menu makanan yang dapat dipesan oleh penghuni penginapan. Tapi dengan menu yang terbatas seperti sarden dan telur dadar. Serta setiap penghuni dapat menyewa kendaraan baik mobil ataupun motor disini. Nah inilah sob alasan mengapa Ane menginap disini, selain letaknya yang dekat dengan Stasiun Kiaracondong juga menyediakan alat transportasi yang dapat disewa oleh penghuni.
Pagi itu sebenarnya mata masih sayup-sayup efek tidak nyenyaknya tidur di perjalanan. Disini Ane bingung antara tidur sebentar atau mau jalan. Kalau tidur sebentar tentu Ane tidak bisa mengeksplorer banyak tempat, sementara kalau langsung jalan mata masih terasa sayup-sayup. Rencana dari awal memang begitu sampai di Bandung, Ane menyewa motor dan langsung berkeliling-keliling Kota Bandung. Timbang-menimbang akhirnya sesuai dengan rencana awal yakni langsung berkeliling-keliling Kota Bandung.
Ane turun tangga dan langsung menemui Sang Pemilik penginapan, apakah masih ada motor yang dapat Ane pakai? syukur, ternyata masih ada sisa 1 motor yang dapat Ane pakai walaupun motor ini terbilang boros yakni motor yamaha mio model lama. Untuk biaya sewanya per hari sebesar 70k. Ane harus meninggalkan identitas diri Ane seperti KTP elektronik dan kartu alumni. Ane tak masalah, karena disini waktu adalah uang juga tak ada niatan Ane untuk berbuat jahat. Semakin lama di Kota Bandung tentu akan semakin besar pula kost yang akan Ane keluarkan. Begitu Ane membayarnya, Ane langsung dikasih kunci motor, STNK dan jas hujan berbahan plastik sangat tipis.
Begitu mendapatkan sepeda motor, Ane dan sahabat Ane langsung menuju ke sebuah mesin ATM BRI karena nasib kita sama yakni uang yang ada di dompet sudah menipis. Setelah mencarinya, ternyata mesin ATM yang terdekat ada didekat Pasar Kiaracondong tepatnya ada didepannya. Uang sudah diambil dan kita sepakat untuk kembali ke penginapan. Awalnya sieh mampir ke warung makan, tapi karena belum ada yang buka jadi ya langsung pulang saja. Sebelumnya tentu Ane mengisi bahan bakar bensin terlebih dahulu karena bensin yang ada didalam tank motor sudah mulai habis berada di garis merah.
Sahabat Ane ini menanyakan apakah iya Ane akan langsung jalan-jalan sementara kondisi masih dalam keadaan demikian? tanpa ragu-ragu Ane langsung menjawab,"iya, saya akan langsung saja jalan-jalan dengan tujuan mengeksplorer Lembang". Mendengar jawaban Ane tersebut dia langsung terdiam dan berpesan agar selalu hati-hati. Badan masih lengket, sebelum pergi Ane mandi terlebih dahulu. Langsung nyesss, ternyata beginilah kondisi air bandung sedikit lebih dingin dibandingkan Jogja.
Seusai mandi, langsung memakai pakaian dan langsung capcus memulai petualangan menjelajah Kota Bandung. Yeah, tujuan pertama Ane adalah Gedung Sate. Dari dahulu Ane sangat, sangat ingin sekali menginjakkan kaki disini, ntah apa yang merasuki fikiran Ane yang jelas sangat ingin sekali menginjakkan kaki disini. Permasalahannya adalah, dimanakah letak Gedung Sate itu? ternyata ada dibagian utara Kota Bandung tepatnya di Jl. Diponegoro No.22 Citarum, Bandung. Dengan berbekal hardcopy, memperhatikan plank jalan dan menggunakan insting akhirnya ketemu juga tempat yang Ane cari walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa Ane juga harus blusukan kesana-kemari seperti orang linglung.
"Gedung Sate", begitulah papan nama yang terpasang dibagian gedung tersebut. Gedung ini cukup luas dengan arsitektur bangunan yang cukup menarik bergaya Indo-Eropa. Bangunan ini cukup unik dan khas karena dibagian menara gedung tersebut terdapat ornamen yang mirip tusuk sate pada menara gedung sentral. Dibagian depan terdapat air mancur buatan yang cukup indah. Beberapa pohon terawat dengan rapi disini. Sebenarnya Ane ingin segera memasukinya, tapi apa boleh buat Ane tidak diperkenankan untuk memasukinya. Salah seorang satpam yang sedang berjaga-jaga didepan berucap bahwa tak sembarangan orang boleh memasukinya. Pupus sudah harapan untuk masuk dan akhirnya Ane hanya mengambil gambar sekedarnya saja di bagian depan.
Berkenaan dengan satpam, Ane sungguh mengapresiasi kinerja dari satpam ini sob. Tak henti-hentinya mereka bekerja, bahkan setiap penyeberang jalan dia siap sedia membantu menyeberangkannya tanpa diminta. Disini Ane sempat bercakap-cakap sebentar dengan salah seorang satpam. Dari keterangan beliau Ane mendapatkan sebuah informasi kalau Gedung Sate ini adalah sebuah landmark Kota Bandung, ibaratnya white housenya Kota Bandung. Diseberang jalan bagian depan Gedung Sate terdapat tanah lapang yang cukup luas dengan nama Lapangan Gasibu. Apakah kata "Gasibu" itu sebuah akronim/singkatan kata? ternyata tidak, Gasibu ya Gasibu. Ibaratnya sebuah altar Provinsi Jawa Barat.
Lapangan ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang cukup tinggi, warna putih mendominasinya. Disebelah utara berdiri sebuah tiang, nampaknya tiang ini berfungsi untuk mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih bilamana ada acara upacara yang digelar disini. Sementara di sebelah barat laut berdiri sebuah perpustakaan cukup kecil yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang menginginkannya. Rupanya tak banyak yang memanfaatkan akan keberadaan perpustakaan ini, hal ini terlihat dari bagian depan hanya ada beberapa pemuda saja yang sedang duduk-duduk santai membelakanginya. Hmmm
Beragam aktiftas yang sedang dilakukan oleh para pengunjung disini, mulai dari lari-lari kecil mengitari Lapangan Gasibu, duduk-duduk santai dipinggir lapangan, hingga jepret sana-jepret sini selfie seorang diri yang juga sedang Ane lakukan ini, hehehe. Dari sekian banyak aktiftas tersebut Ane kira pas bila lapangan ini digunakan untuk berlari-lari kecil mengelilinginya. Alasannya cuman satu yakni Lapangan Gasibu ini sudah dilengkapi dengan jalur lintasan untuk para pelari. Sehingga setiap pelari bisa merasa nyaman dan tubuh menjadi bugar kembali.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Dihari ini tak hanya di Gedung Sate dan Lapangan Gasibu saja tujuan Ane, tapi ada tujuan utama yang lebih hot yang akan Ane tuju. Tujuan tersebut adalah mengeksplorer Lembang lebih jauh. Seperti apa ceritanya? tunggu saja ya sob cerita Ane selanjutnya. Sampai Jumpa!
Jarak dari kost adik hingga stasiun tidak terlalu jauh hanya memakan waktu sekitar 20 menit saja dalam keadaan normal. Sesampainya disana Ane menyarankan kepada adik Ane untuk langsung pulang saja karena takut kemalaman. Diapun menuruti perkataan Ane tersebut dan kini petualangan siap dimulai. Dengan niat baik, Ane langkahkan kaki untuk check in.
Pintu masuk pemeriksaan tiket Stasiun Lempuyangan Yogyakarta |
Tiga perempat jam sudah berlalu, berdecak kagum Ane dibuatnya dengan kedatangan kereta yang dahulu in time sekarang menjadi on time. Sesuai jadwal, tepat pukul 18.15 kereta yang Ane tunggu sudah tiba. Begitu tiba para penumpang mulai memasuki gerbong kereta sesuai dengan nomor tempat duduk. Lagi-lagi Ane dibuatnya terpesona, dahulu yang namanya kelas ekonomi itu tidak ada AC nya serta penumpang belum tentu kebagian tempat duduk. Eh lakok sekarang biar dikata kereta api kelas ekonomi tapi ada AC nya dan tak ada seorang penumpang pun yang harus berdiri alias tidak kebagian tempat duduk.
Berarti perubahan ini sungguh sangat luar biasa. Satu lagi dahulu para pedagang asongan bebas kesana-kemari berjualan didalam kereta sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang digantikan oleh penjual tetapi penjual tersebut memakai seragam dan tidak memaksa. Top markotop. Kereta berjalan mulai meninggalkan stasiun, di Stasiun Tugu kereta ini tidak berhenti melainkan lanjut lagi. Tidak berapa lama, seorang pedagang datang menghampiri para penumpang. Dia menawarkan bantalnya yang bisa disewa dengan harga 7k saja. Didalam perjalanan ini Ane sehemat mungkin dalam mengeluarkan duit, maka Ane tak mau menyewanya. Coba, penyewaan bantal ini sudah termasuk didalam tiket tentu akan beda ceritanya, hehehe.
Agar tak bosan, didalam kereta ini Ane gunakan untuk mengobrol dengan penumpang lain disebelah kursi Ane. Pria lanjut usia, berambut putih dan berpakaian agak luset. Namun begitu, dia sungguh teman yang menyenangkan untuk di ajak bicara. Ada banyak hal yang kita obrolkan hingga tak terasa Ane terlelap ketiduran. Ya, namanya tidur didalam kendaraan pasti tidak selelap tidur dirumah sendiri atau hotel. Beberapa kali kereta yang Ane naiki ini berhenti sebentar di stasiun-stasiun. Walaupun demikian tepat pukul 3 pagi kereta ini berhenti di Stasiun Kiaracondong.
Sesuai dengan tujuan Ane, turunlah Ane dari kereta. Ane sempat bingung, apakah Ane langsung menuju penginapan atau berhenti dahulu sembari menunggu pagi. Ane duduk sebentar sebelum keluar dari stasiun. Tak sengaja, saat duduk-duduk santai Ane bertemu dengan adik angkatan Ane saat mengenyam di bangku kuliah namanya Ardi. Kita sempat ngobrol-ngobrol sebentar, diujung cerita Ane mengajak dia untuk menginap di penginapan yang sudah Ane booking sebelumnya. Apakah dia mau atau tidak? ternyata dia tidak menolaknya.
Sebagai konsekuensinya kita langsung menuju keluar dan berjalan kaki menuju tempat penginapan, karena letak penginapan sendiri tidak terlalu jauh dari stasiun jadi tidak masalah. Begitu keluar, kita langsung belok kanan menelusuri jalan Jend. Ibrahim Adjie hingga sejauh kira-kira 900 meter. Begitu menemukan Jl. Soma yang mengarah kearah kanan, kita belok kearah kanan. Kurang lebih 300 meter setelah melewati sebuah jembatan kecil, ada belokan jalan yang mengarah kearah kanan. Disamping itu, terpasang sebuah plank tepat di sisi kiri jalan yang menunjukkan letak Masjid Al Multazam. Beloklah kita kearah jalan tersebut. Setelah melewati masjid, ada 2 gang yang kita temui, gang yang kedualah penginapan yang akan kita inapi itu berada. Namanya "Paksoma Homestay".
Gang yang kedua ini ada pintu gerbangnya. Namun sayang beribu sayang pintu gerbangnya masih dalam keadaan terkunci. Maklum, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi dan adzan subuh pun belum berkumandang. Jadi mau tidak mau kita harus menunggu sampai pagi hari tiba. Sembari menunggu, kita pergi ke masjid terlebih dahulu buat mendirikan shalat subuh. Tak sengaja seusai shalat subuh kita bertemu dengan sang pemilik homestay. Jadi setelah sampai di penginapan, kita langsung dibukakan ruang kamar yang masih kosong.
Ada 2 kamar yang masih kosong, 1 kamar berada di lantai bawah dan 1-nya lagi berada di lantai yang ke-2. Kita disuruh memilih dan akhirnya kita putuskan untuk menempati kamar yang berada di lantai yang kedua saja. Seharusnya kita check in minimal jam 12 siang, tetapi kita check in jam 5 pagi. Kita kira tidak ada biaya tambahannya. Eh ternyata tidak, kita dikenakan biaya tambahan sebesar 50 persen. Kalau sendiri tarifnya 80k per malam, berhubung berdua jadi 100k per malam. So, uang yang harus kita bayarkan sebesar 150k saja.
Penginapan ini cukup sederhana. Didalam ruangan hanya terdapat beberapa fasilitas saja yang tersedia seperti meja dan kursi, spring bed yang dilengkapi dengan 2 buah bantal, kamar mandi dalam, dan sebuah televisi dengan model lama. Selain sebagai tempat penginapan, Paksoma Homestay ini juga menyediakan menu makanan yang dapat dipesan oleh penghuni penginapan. Tapi dengan menu yang terbatas seperti sarden dan telur dadar. Serta setiap penghuni dapat menyewa kendaraan baik mobil ataupun motor disini. Nah inilah sob alasan mengapa Ane menginap disini, selain letaknya yang dekat dengan Stasiun Kiaracondong juga menyediakan alat transportasi yang dapat disewa oleh penghuni.
Pagi itu sebenarnya mata masih sayup-sayup efek tidak nyenyaknya tidur di perjalanan. Disini Ane bingung antara tidur sebentar atau mau jalan. Kalau tidur sebentar tentu Ane tidak bisa mengeksplorer banyak tempat, sementara kalau langsung jalan mata masih terasa sayup-sayup. Rencana dari awal memang begitu sampai di Bandung, Ane menyewa motor dan langsung berkeliling-keliling Kota Bandung. Timbang-menimbang akhirnya sesuai dengan rencana awal yakni langsung berkeliling-keliling Kota Bandung.
Ane turun tangga dan langsung menemui Sang Pemilik penginapan, apakah masih ada motor yang dapat Ane pakai? syukur, ternyata masih ada sisa 1 motor yang dapat Ane pakai walaupun motor ini terbilang boros yakni motor yamaha mio model lama. Untuk biaya sewanya per hari sebesar 70k. Ane harus meninggalkan identitas diri Ane seperti KTP elektronik dan kartu alumni. Ane tak masalah, karena disini waktu adalah uang juga tak ada niatan Ane untuk berbuat jahat. Semakin lama di Kota Bandung tentu akan semakin besar pula kost yang akan Ane keluarkan. Begitu Ane membayarnya, Ane langsung dikasih kunci motor, STNK dan jas hujan berbahan plastik sangat tipis.
Begitu mendapatkan sepeda motor, Ane dan sahabat Ane langsung menuju ke sebuah mesin ATM BRI karena nasib kita sama yakni uang yang ada di dompet sudah menipis. Setelah mencarinya, ternyata mesin ATM yang terdekat ada didekat Pasar Kiaracondong tepatnya ada didepannya. Uang sudah diambil dan kita sepakat untuk kembali ke penginapan. Awalnya sieh mampir ke warung makan, tapi karena belum ada yang buka jadi ya langsung pulang saja. Sebelumnya tentu Ane mengisi bahan bakar bensin terlebih dahulu karena bensin yang ada didalam tank motor sudah mulai habis berada di garis merah.
Sahabat Ane ini menanyakan apakah iya Ane akan langsung jalan-jalan sementara kondisi masih dalam keadaan demikian? tanpa ragu-ragu Ane langsung menjawab,"iya, saya akan langsung saja jalan-jalan dengan tujuan mengeksplorer Lembang". Mendengar jawaban Ane tersebut dia langsung terdiam dan berpesan agar selalu hati-hati. Badan masih lengket, sebelum pergi Ane mandi terlebih dahulu. Langsung nyesss, ternyata beginilah kondisi air bandung sedikit lebih dingin dibandingkan Jogja.
Seusai mandi, langsung memakai pakaian dan langsung capcus memulai petualangan menjelajah Kota Bandung. Yeah, tujuan pertama Ane adalah Gedung Sate. Dari dahulu Ane sangat, sangat ingin sekali menginjakkan kaki disini, ntah apa yang merasuki fikiran Ane yang jelas sangat ingin sekali menginjakkan kaki disini. Permasalahannya adalah, dimanakah letak Gedung Sate itu? ternyata ada dibagian utara Kota Bandung tepatnya di Jl. Diponegoro No.22 Citarum, Bandung. Dengan berbekal hardcopy, memperhatikan plank jalan dan menggunakan insting akhirnya ketemu juga tempat yang Ane cari walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa Ane juga harus blusukan kesana-kemari seperti orang linglung.
"Gedung Sate", begitulah papan nama yang terpasang dibagian gedung tersebut. Gedung ini cukup luas dengan arsitektur bangunan yang cukup menarik bergaya Indo-Eropa. Bangunan ini cukup unik dan khas karena dibagian menara gedung tersebut terdapat ornamen yang mirip tusuk sate pada menara gedung sentral. Dibagian depan terdapat air mancur buatan yang cukup indah. Beberapa pohon terawat dengan rapi disini. Sebenarnya Ane ingin segera memasukinya, tapi apa boleh buat Ane tidak diperkenankan untuk memasukinya. Salah seorang satpam yang sedang berjaga-jaga didepan berucap bahwa tak sembarangan orang boleh memasukinya. Pupus sudah harapan untuk masuk dan akhirnya Ane hanya mengambil gambar sekedarnya saja di bagian depan.
Berkenaan dengan satpam, Ane sungguh mengapresiasi kinerja dari satpam ini sob. Tak henti-hentinya mereka bekerja, bahkan setiap penyeberang jalan dia siap sedia membantu menyeberangkannya tanpa diminta. Disini Ane sempat bercakap-cakap sebentar dengan salah seorang satpam. Dari keterangan beliau Ane mendapatkan sebuah informasi kalau Gedung Sate ini adalah sebuah landmark Kota Bandung, ibaratnya white housenya Kota Bandung. Diseberang jalan bagian depan Gedung Sate terdapat tanah lapang yang cukup luas dengan nama Lapangan Gasibu. Apakah kata "Gasibu" itu sebuah akronim/singkatan kata? ternyata tidak, Gasibu ya Gasibu. Ibaratnya sebuah altar Provinsi Jawa Barat.
Lapangan ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang cukup tinggi, warna putih mendominasinya. Disebelah utara berdiri sebuah tiang, nampaknya tiang ini berfungsi untuk mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih bilamana ada acara upacara yang digelar disini. Sementara di sebelah barat laut berdiri sebuah perpustakaan cukup kecil yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang menginginkannya. Rupanya tak banyak yang memanfaatkan akan keberadaan perpustakaan ini, hal ini terlihat dari bagian depan hanya ada beberapa pemuda saja yang sedang duduk-duduk santai membelakanginya. Hmmm
Beragam aktiftas yang sedang dilakukan oleh para pengunjung disini, mulai dari lari-lari kecil mengitari Lapangan Gasibu, duduk-duduk santai dipinggir lapangan, hingga jepret sana-jepret sini selfie seorang diri yang juga sedang Ane lakukan ini, hehehe. Dari sekian banyak aktiftas tersebut Ane kira pas bila lapangan ini digunakan untuk berlari-lari kecil mengelilinginya. Alasannya cuman satu yakni Lapangan Gasibu ini sudah dilengkapi dengan jalur lintasan untuk para pelari. Sehingga setiap pelari bisa merasa nyaman dan tubuh menjadi bugar kembali.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Dihari ini tak hanya di Gedung Sate dan Lapangan Gasibu saja tujuan Ane, tapi ada tujuan utama yang lebih hot yang akan Ane tuju. Tujuan tersebut adalah mengeksplorer Lembang lebih jauh. Seperti apa ceritanya? tunggu saja ya sob cerita Ane selanjutnya. Sampai Jumpa!
Sekarang kereta memang sudah jauh lebih nyaman, termasuk kelas ekonomi. Ditunggu update jalan-jalan ke Lembang :)
BalasHapusYapz betul banget mbak! Oke Mbak Keke :-)
HapusOke mas Fariz, Siap!
BalasHapus