Kembali dari Kota Yogyakarta dimana sudah 10 tahun Ane berada disana dalam menuntut ilmu, Ane pulang ke kampung halaman di Lampung. Ya, Ane dilahirkan di Lampung dimana banyak berita buruk yang disematkan kepadanya mulai dari kasus register 45 yang ada di Kabupaten Mesuji, pembegalan hingga berujung pembunuhan, dan lain sebagainya. Pokoknya tidak ada bagus-bagusnya. Banyak orang luar daerah yang takut bila datang ke Lampung karena alasan tersebut. Jangankan orang luar daerah, Ane sendiri pun terkadang merasa takut bila keluar rumah dan pergi ke tempat baru. Hal ini sempat Ane alami saat mengantarkan ayah Ane ke tempat kakak kandungnya yang tak lain dan tak bukan adalah Pak De Ane.
Rumah Pak De tersebut ada di Tulang Majak, Kabupaten Tanggamus. Banyak berita yang beredar mengenai tempat itu, mulai dari pemalakan, pembegalan hingga bisa berujung kematian. Sebagai seseorang yang pernah mengenyam pendidikan di ilmu sains, lantas Ane tak mempercayainya begitu saja. Ane searching sana, searching sini di internet mencari sebuah informasi tentang kebenaran berita tersebut, dan bila memang benar, tempat mana lagi yang perlu diwaspadai?. Ternyata benar kabar yang beredar di masyarakat bukan isapan jempol semata. Berdasarkan informasi yang berhasil Ane dapatkan bahwa titik rawan kejahatan itu mulai dari Kawasan Batu Keramat hingga Kota Agung (Ibukota Tanggamus). Kejahatan disini tidak mengenal waktu, ntah pagi, siang, sore atau malam hari kejahatan itu bisa saja terjadi. Tapi ada saat waktu yang perlu diwaspadai bagi siapapun yang ingin melewati jalan ini yakni sore hari. Jangan sampai melewati jalan ini diatas jam 4 sore. Ane yang tak mengenal kawasan tersebut dengan baik hanya manggut-manggut saja dan mematuhinya.
Awalnya Ane sempat ragu-ragu mengantarkan ayah Ane dengan menggunakan kendaraan sepeda motor, secara jarak rumah Pak De Ane dengan rumah Ane terbilang cukup jauh yakni sekitar 300 Km. Ibarat di Pulau Jawa jaraknya antara Kota Jogja dengan Surabaya. Pernah terlintas dalam benak Ane sebaiknya kita menggunakan jasa travel atau bus saja. Tapi yang jadi masalah adalah tidak adanya bus maupun travel yang sampai di tempat tujuan kita. Disinilah Ane mengalami dilema, apakah Ane mengantarkan ayah menggunakan sepeda motor dengan resiko yang cukup besar ataukah dengan menggunakan jasa travel atau bus yang resikonya lebih kecil namun tidak sampai di tempat tujuan. Timbang-menimbang dengan tekad kuat akhirnya Ane memutuskan untuk mengantarkan ayah menggunakan sepeda motor.
Salah satu keuntungan bepergian menggunakan kendaraan pribadi adalah bisa mampir dimana saja dan kapan saja sesuai dengan kehendak hati kita. Tentu, siapa saja pasti suka dengan tempat-tempat yang menarik. Tak terkecuali dengan kita. Salah satu tempat menarik yang kita lewati saat menuju Tanggamus adalah Kawasan Gapura Bambu Pringsewu. Tapi Ane memutuskan untuk lanjut saja dan berencana mampir setelah pulang dari sana karena kita tak mau kesorean sampai di Kawasan Batu Keramat.
Syukur kekhawatiran kita tak terjadi, berangkat aman, pulang pun aman. Kini, sesampainya di Kawasan Pringsewu akhirnya kita benar-benar menyempatkan diri di tempat dimana Ane selalu menantikannya yakni Kawasan Gapura Bambu pringsewu yang terletak sekitar 37 Km sebelah barat dari Kota Bandar Lampung.
"Sambil menyelam minum air", mungkin itulah sebuah pribahasa yang tepat untuk menggambarkan kegiatan kita ini. Selain beristirahat sejenak juga kita dapat menikmati segala pemandangan yang ada. Gapura Bambu yang memukau ini memang dibangun sebagai tempat peristirahatan sejenak (rest area) sekaligus menjadi ikon bagi Kabupaten Pringsewu itu sendiri. Siapapun yang pernah melakukan perjalanan menuju Pringsewu dari Kota Bandar Lampung pasti pernah melihat gapura ini.
Ya, Gapura Bambu yang bertuliskan "Selamat Datang di Ibukota Kabupaten Pringsewu" bila datang dari arah Kota Bandar Lampung dan bertuliskan "Selamat Jalan Dari Ibukota Kabupaten Pringsewu" bila datang dari arah Kota Pringsewu ini rupanya telah berhasil menarik perhatian Ane. Bagaimana tidak sebuah gapura yang pada umumnya dibangun seperti itu-itu saja, tidak dengan yang satu ini. Gapura ini dibangun menyerupai bahkan sama persisnya dengan bentuk bambu berwarna kuning yang melengkung dimana kedua ujungnya ada dikedua sisi jalan. Ada 8 buah bambu yang melengkung dan terbagi menjadi 2 buah ikatan. Ikatan pertama terdiri dari 4 buah bambu yang ada disebelah kanan jalan dan ikatan yang kedua juga terdiri dari 4 buah bambu yang ada disebelah kiri jalan. Kedua ikatan tersebut melengkung dan bertemu tepat ditengah-tengah jalan dengan diatasnya terdapat sebuah mahkota Siger yang merupakan simbol kebanggan bagi Provinsi Lampung.
Nama "pringsewu" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "Bambu Seribu" sehingga tak heran bila gapura bambu ini dibangun. Sebenarnya tak hanya berupa bangunan gapuranya saja yang membuat kita memutuskan untuk mampir, tetapi juga suasananya. Di samping kanan dan kiri kawasan gapura bambu terdapat hamparan sawah yang cukup luas dengan tanaman padi yang menghijau. Tampak dikejauhan sana deretan perbukitan yang cukup oke. Jadi pas bila beristirahat sejenak sambil melihat semua pemandangan yang ada.
Sebagai rest area tentu beragam fasilitas sudah tersedia, mulai dari toilet, musholla kecil, tempat parkir, rumah makan, hingga ada juga lho rumah adat yang pastinya rumah adat tersebut adalah rumah adat Kabupaten Pringsewu.
Saat pertama kali mampir kesini Ane bingung dengan letak toiletnya, dimanakah toilet itu berada? kebetulan Ane sedang kebelet. Jadi, setelah memarkirkan kendaraan motor di tempat parkir yang cukup luas, Ane mencarinya. Ew ternyata letak toiletnya itu agak tersembunyi berada di sebelah kiri Dewan Kerajinan Nasional (DKN), sebelah rumah makan. Dari Musholla, Ane berjalan kearah kiri (barat) hingga menemui DKN. Setelah itu belok kearah kanan hingga mentok, nah toilet ini berada persis sebelum lahan sawah.
Selepas dari toilet lantas kita tak begitu saja meninggalkan lokasi ini, melainkan kita mampir sebentar di sebuah kedai. Dari sederetan kedai yang menawarkan beragam jenis makanan ringan dan minuman, Ane lebih memilih sebuah kedai yang berada tepat didepan rumah adat. Kan, selain meminum kopi juga dapat melihat dengan jelas rumah adat khas dari Kabupaten Pringsewu ini. Rumah berbentuk panggung dengan warna cokelat yang mendominasinya.
Ane rasa bukan hanya orang yang sedang melakukan perjalanan jauh di jalur lintas barat saja yang mampir kesini, tetapi juga penduduk sekitar. Hal ini terlihat dari semua pengunjung yang datang, ada orang tua bersama anaknya duduk-duduk di pinggir sawah, anak sekolah, hingga muda-mudi yang asyik nongkrong-nongkrong disekitar gapura. Semuanya tanpa mengenakan helm dikepalanya.
Puas beristirahat, Ane bersama bapak melanjutkan kembali perjalanan kita menuju Kota Bandar Lampung sebelum pulang ke rumah. Kira-kira ngapain aja ya sob kita di Kota bandar Lampung? tunggu cerita Ane selanjutnya ya, Sampai Jumpa!
Awalnya Ane sempat ragu-ragu mengantarkan ayah Ane dengan menggunakan kendaraan sepeda motor, secara jarak rumah Pak De Ane dengan rumah Ane terbilang cukup jauh yakni sekitar 300 Km. Ibarat di Pulau Jawa jaraknya antara Kota Jogja dengan Surabaya. Pernah terlintas dalam benak Ane sebaiknya kita menggunakan jasa travel atau bus saja. Tapi yang jadi masalah adalah tidak adanya bus maupun travel yang sampai di tempat tujuan kita. Disinilah Ane mengalami dilema, apakah Ane mengantarkan ayah menggunakan sepeda motor dengan resiko yang cukup besar ataukah dengan menggunakan jasa travel atau bus yang resikonya lebih kecil namun tidak sampai di tempat tujuan. Timbang-menimbang dengan tekad kuat akhirnya Ane memutuskan untuk mengantarkan ayah menggunakan sepeda motor.
Salah satu keuntungan bepergian menggunakan kendaraan pribadi adalah bisa mampir dimana saja dan kapan saja sesuai dengan kehendak hati kita. Tentu, siapa saja pasti suka dengan tempat-tempat yang menarik. Tak terkecuali dengan kita. Salah satu tempat menarik yang kita lewati saat menuju Tanggamus adalah Kawasan Gapura Bambu Pringsewu. Tapi Ane memutuskan untuk lanjut saja dan berencana mampir setelah pulang dari sana karena kita tak mau kesorean sampai di Kawasan Batu Keramat.
Syukur kekhawatiran kita tak terjadi, berangkat aman, pulang pun aman. Kini, sesampainya di Kawasan Pringsewu akhirnya kita benar-benar menyempatkan diri di tempat dimana Ane selalu menantikannya yakni Kawasan Gapura Bambu pringsewu yang terletak sekitar 37 Km sebelah barat dari Kota Bandar Lampung.
"Sambil menyelam minum air", mungkin itulah sebuah pribahasa yang tepat untuk menggambarkan kegiatan kita ini. Selain beristirahat sejenak juga kita dapat menikmati segala pemandangan yang ada. Gapura Bambu yang memukau ini memang dibangun sebagai tempat peristirahatan sejenak (rest area) sekaligus menjadi ikon bagi Kabupaten Pringsewu itu sendiri. Siapapun yang pernah melakukan perjalanan menuju Pringsewu dari Kota Bandar Lampung pasti pernah melihat gapura ini.
Ya, Gapura Bambu yang bertuliskan "Selamat Datang di Ibukota Kabupaten Pringsewu" bila datang dari arah Kota Bandar Lampung dan bertuliskan "Selamat Jalan Dari Ibukota Kabupaten Pringsewu" bila datang dari arah Kota Pringsewu ini rupanya telah berhasil menarik perhatian Ane. Bagaimana tidak sebuah gapura yang pada umumnya dibangun seperti itu-itu saja, tidak dengan yang satu ini. Gapura ini dibangun menyerupai bahkan sama persisnya dengan bentuk bambu berwarna kuning yang melengkung dimana kedua ujungnya ada dikedua sisi jalan. Ada 8 buah bambu yang melengkung dan terbagi menjadi 2 buah ikatan. Ikatan pertama terdiri dari 4 buah bambu yang ada disebelah kanan jalan dan ikatan yang kedua juga terdiri dari 4 buah bambu yang ada disebelah kiri jalan. Kedua ikatan tersebut melengkung dan bertemu tepat ditengah-tengah jalan dengan diatasnya terdapat sebuah mahkota Siger yang merupakan simbol kebanggan bagi Provinsi Lampung.
Nama "pringsewu" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "Bambu Seribu" sehingga tak heran bila gapura bambu ini dibangun. Sebenarnya tak hanya berupa bangunan gapuranya saja yang membuat kita memutuskan untuk mampir, tetapi juga suasananya. Di samping kanan dan kiri kawasan gapura bambu terdapat hamparan sawah yang cukup luas dengan tanaman padi yang menghijau. Tampak dikejauhan sana deretan perbukitan yang cukup oke. Jadi pas bila beristirahat sejenak sambil melihat semua pemandangan yang ada.
Sebagai rest area tentu beragam fasilitas sudah tersedia, mulai dari toilet, musholla kecil, tempat parkir, rumah makan, hingga ada juga lho rumah adat yang pastinya rumah adat tersebut adalah rumah adat Kabupaten Pringsewu.
Saat pertama kali mampir kesini Ane bingung dengan letak toiletnya, dimanakah toilet itu berada? kebetulan Ane sedang kebelet. Jadi, setelah memarkirkan kendaraan motor di tempat parkir yang cukup luas, Ane mencarinya. Ew ternyata letak toiletnya itu agak tersembunyi berada di sebelah kiri Dewan Kerajinan Nasional (DKN), sebelah rumah makan. Dari Musholla, Ane berjalan kearah kiri (barat) hingga menemui DKN. Setelah itu belok kearah kanan hingga mentok, nah toilet ini berada persis sebelum lahan sawah.
Selepas dari toilet lantas kita tak begitu saja meninggalkan lokasi ini, melainkan kita mampir sebentar di sebuah kedai. Dari sederetan kedai yang menawarkan beragam jenis makanan ringan dan minuman, Ane lebih memilih sebuah kedai yang berada tepat didepan rumah adat. Kan, selain meminum kopi juga dapat melihat dengan jelas rumah adat khas dari Kabupaten Pringsewu ini. Rumah berbentuk panggung dengan warna cokelat yang mendominasinya.
Ane rasa bukan hanya orang yang sedang melakukan perjalanan jauh di jalur lintas barat saja yang mampir kesini, tetapi juga penduduk sekitar. Hal ini terlihat dari semua pengunjung yang datang, ada orang tua bersama anaknya duduk-duduk di pinggir sawah, anak sekolah, hingga muda-mudi yang asyik nongkrong-nongkrong disekitar gapura. Semuanya tanpa mengenakan helm dikepalanya.
Puas beristirahat, Ane bersama bapak melanjutkan kembali perjalanan kita menuju Kota Bandar Lampung sebelum pulang ke rumah. Kira-kira ngapain aja ya sob kita di Kota bandar Lampung? tunggu cerita Ane selanjutnya ya, Sampai Jumpa!