Selepas dari Pantai Balangan, obyek wisata selanjutnya yang akan Ane kunjungi adalah Pantai Nusa Dua. Awalnya Ane kira jalan menuju kesini lewat Jl. Nusa Dua Selatan, secara dari namanya saja sudah kelihatan kalau jalan ini bakalan menuntun Ane sampai di lokasi yang Ane maksud. Itu artinya setelah bertemu perempatan jalan bila lurus kearah Pantai Pandawa, itu Ane berbelok kearah kiri. Jalannya cukup lebar dengan disamping kanan dan kirinya masih jarang rumah-rumah penduduk yang berdiri. Sepanjang perjalanan Ane melihat proses pembangunan jalan yang masih berlangsung. Ah, setelah melewati jalan yang mengarah ke Pantai Gunung Payung ternyata jalan ini tidak tembus dengan lokasi yang Ane maksud. Jalannya yang berupa jalan aspal, kini berubah menjadi jalan tanah yang sangat jelek sekali untuk dilalui.
|
Jalan aspalnya hanya sampai disini saja, ntah kalau satu tahun lagi mungkin sudah tembus sampai pantai sana itu |
Inilah makna dari sebuah perjalanan, walaupun nyasar salah jalan justru membuat Ane senang. Ane berhenti cukup lama disini sambil minum air putih ditempat yang teduh dan melihat beberapa pengendara yang berlalu-lalang kesana-kemari. Tak lama berselang tampak sepasang bule dari arah kejauhan sedang menuju kemari. Rupanya tak hanya Ane saja yang terjebak, mereka juga pun mengalami demikian. Hal ini ditandai dengan sesampainya disini mereka putar balik menuju tempat semula. Dalam hati Ane tertawa terbahak-bahak, ah untung ada temannya. Jadi malunya nggak ditanggung sendiri, hehehe.
Setelah selesai minum dan istirahat sejenak, Ane kembali lagi melanjutkan perjalanan Ane ketempat semula. Sesampainya di perempatan jalan bila kearah kiri menuju Pantai Pandawa, Ane belok kearah kanan. Setelah ketemu jalan aspal yang cukup halus dan ramai, Ane belok kearah kanan. Kali ini jalan yang Ane lewati adalah Jl. Dharmawangsa. Jalan Dharmawangsa habis bersambung ke Jl. Kuruksetra. Syukur jalan yang Ane lewati sudah benar, tapi bukanlah Pantai Nusa Dua yang Ane dapati melainkan Puja Mandala. Sebuah dinding marmer penanda kawasan ini berdiri tegak di tepi jalan sebelah kiri. Didalam batu tersebut tertulis 5 buah tempat ibadah bagi 5 penganut agama yang berbeda diantaranya Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua dan Pura Jagatnatha. Berhubung tempat ini juga masuk dalam daftar kunjungan Ane di Bali maka Ane sempatkan mampir sebentar disini.
Parkirannya cukup luas dengan beberapa mobil pariwisata dan kendaraan pribadi yang sudah memadatinya. Diantara semua tempat ibadah tersebut, Masjid Ibnu Batutahlah yang paling ramai dikunjungi oleh para pengunjung. Why? karena memang waktu shalat dzuhur sebentar lagi tiba dan kebanyakan pengunjungnya adalah beragama islam. Sambil menunggu waktu shalat dzuhur tiba, Ane berkeliling-keliling terlebih dahulu untuk melihat satu-persatu tempat ibadah yang ada.
Ane mulai dari yang terjauh dari masjid dahulu, yakni Pura Jagatnatha. Dibagian depan samping pintu gerbang terdapat sebuah prasasti yang menandakan kalau pura ini diresmikan pada tanggal 30 Agustus 2004 oleh Gubernur Bali "Dewa Beratha". Pintunya dibiarkan terbuka tak terkunci sehingga Ane bisa masuk kedalamnya. Sudah ada seorang pengunjung yang masuk kedalam. Namun sayang, Ane tak melihat pengempon (pemangku) puranya yang sedang berjaga. Ane ragu apakah Ane boleh masuk atau tidak. Ditengah keragu-raguan ini, Ane diberi saran oleh pengunjung yang sudah ada didalam tersebut kalau Ane sebaiknya masuk saja bila menginginkannya. Dia memperkenalkan diri bernama Irwan dan dia merupakan penduduk asli Bali. Timbang-menimbang akhirnya Ane masuk juga.
|
Prasasti Pura Jagatnatha Nusa Dua |
|
Sebelum masuk, ya narsis dulu di depan Puranya, :-) |
Sama seperti pura pada umumnya, pura ini terbuat dari batu berwarna hitam dan terdapat gapura pintu masuk berupa candi bentar. Terdapat dua buah bale yang berdiri disamping kanan dan kirinya. Memasuki area utamaning mandala Ane disuguhkan dengan sebuah hal yang menarik yaitu terdapatnya sebuah menara yang cukup tinggi dengan dilengkapi anak tangga menuju keatas. Menara tersebut adalah sebuah pelinggih bernama Padmasana. Dibagian puncak Padmasana terdapat gambar Acintya yang merupakan simbol atau perwujudan dari Kemahakuasaan Tuhan.
|
Menara yang Ane maksud: sebuah pelinggih bernama Padmasana |
Melihat bangunan ini mengingatkan Ane kepada sebuah pura juga yang bernama Pura Agung Jagatnatha yang terletak di tengah Kota Denpasar. Bedanya pura tersebut berwarna putih, mempunyai lokasi yang lebih luas dan terdapat kolam dibagian bawah Padmasana yang mengelilinginya. Sementara ini tidak, bangunan padmasananya berwarna hitam dan terdapat 2 patung naga yang sedang berjalan kebawah. Mungkin pelinggih Padmasana inilah yang menjadi ciri khas dari Pura Jagatnatha tersebut.
Puas menjelajahi tempat ini, masih saja pengemponnya belum datang. Ane bergerak ke bangunan ibadah selanjutnya yaitu Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua. Walau pintunya dibiarkan terbuka, namun Ane tak memasukinya dikarenakan takut mengganggu orang yang sedang melaksanakan ibadah. Terlihat dari luar bangunan ini terdiri dari dua lantai yang terbuat dari batuan marmer. Dibagian depannya terdapat sebuah menara lonceng dan menara pandang.
Bergeser kearah selatan ada sebuah tempat ibadah yang cukup menarik bagi Ane yaitu Vihara Buddha Guna. Vihara ini memiliki ornamen cantik berwarna putih keemasan sehingga terkesan anggun dan mewah. Dua buah patung gajah berdiri dibagian samping kanan dan kiri pintu gerbang, sedangkan sepasang patung ksatria dan naga indah berdiri disamping kanan dan kiri relief Buddha. Lalu bagaimanakah dengan yang ada dibagian dalamnya? Ntahlah karena tak seperti Pura Jagatnatha, tempat ini tak dibuka untuk umum sehingga Ane tak bisa memasukinya. Wokelah, nggak apa-apa!
Lanjut ke bagian selatannya lagi, Ane melihat rumah ibadah bagi Umat Katolik. Ya, bangunan tersebut bernama Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa. Bangunan ini memiliki menara tunggal yang ada dibagian depan samping kirinya. Selama ini Ane berfikir kalau Umat Katolik itu beribadah hanya dihari minggu saja, ternyata dugaan Ane ini salah. Dibagian depan gereja terpasang jadwal misa mulai dari Misa minggu, Misa harian, hingga Misa hari jumat adorasi.
|
Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa dilihat dari depan |
|
Jadwal Misa Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa |
Tepat setelah berfoto-foto dibagian depan bangunan gereja, tiba-tiba suara adzan berkumandang nyaring ditelinga. Dengan segera Ane langkahkan kaki menuju Masjid Agung Ibnu Batutah yang ada disamping kirinya. Ya, inilah masjid yang ada di Kompleks Puja Mandala itu. Sesuai dengan agama dan keyakinan Ane, maka Ane harus masuk kedalam. Selain melihat-lihat interior yang ada didalamnya juga untuk melaksanakan ibadah Shalat Dzuhur.
|
Masjid Agung Ibnu Batutah tetap di hati |
Bangunan masjid ini memiliki 2 lantai dengan interior yang ada didalamnya sama seperti masjid-masjid pada umumnya. Warna kuning mendominasi masjid ini. Dilantai ataslah merupakan ruang utama dimana kegiatan shalat dilaksanakan. Ane segera mengambil air wudhu dan selanjutnya masuk kedalam ruang utama untuk melaksanakan ibadah.
Ane sungguh salut sekaligus kagum dengan Umat Hindu yang ada di Bali ini. Walau mayoritas masyarakatnya beragama Hindu namun mereka tetap saja menghormati yang beragama minoritas diwilayahnya. Hal ini tercermin dari bangunan-bangunan ibadah yang berdiri di Puja Mandala ini. Ane bisa membayangkan betapa damainya hidup disini, semua umat melaksanakan ibadah ditempatnya masing-masing tanpa ada rasa terganggu sedikitpun. Semua umat beribadah, dunia ini menjadi damai dan indah. Semoga rasa damai ini tetap terjaga hingga dunia yang fana ini berakhir. Amiiieeen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar