Selepas dari ikutan Car Free Day di Taman Kota Gianyar, Ane melanjutkan perjalanan lagi menuju ke sebuah pura yang sangat terkenal di kalangan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Ya, pura tersebut bernama Pura Besakih yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Ane dari dahulu sangat ingin sekali mengunjungi pura ini. Namun sayang berita yang beredar cukup mengerikan yaitu adanya pungutan liar (pungli) yang diterapkan oleh penduduk setempat.
Jujur saja Ane sangat tidak nyaman dan sekaligus merasa khawatir dengan adanya berita tersebut. Tapi apa boleh buat, pumpung Ane masih berada di Bali berkunjunglah Ane ke tempat itu. Ane pacu kuda hijau Ane kearah timur menuju Kota Klungkung terlebih dahulu. Setelah itu Ane ambil arah ke utara melalui Jl. Raya Besakih dan berlanjut ke Jl. Gunung Agung Besakih hingga kira-kira 30 menit berjalan Ane menemui sebuah pertigaan yang mengarah kekanan menuju Pura Agung Besakih. Nampaknya pertigaan ini adalah pusat keramaian dari Kecamatan Rendang. Hal ini ditandai dengan adanya Kantor Polsek Rendang, Puskesmas Rendang, dan pertokoan-pertokoan yang berdiri disekitar lokasi. Ane ikuti pertigaan ini dan tanpa Ane duga-dua sebelumnya ditengah jalan Ane dicegat oleh dua orang penjaga. Ternyata dua orang penjaga tersebut adalah petugas penarikan retribusi Pura Besakih. Dari sinilah Ane mempersiapkan diri untuk beradu mulut nantinya.
Petugas : Selamat pagi! Masnya dari jauh mau kemana? (Sambil melihat
plat motor Ane)
Ane : Selamat pagi juga Pak! Saya mau berkunjung ke Pura Besakih
Petugas : Masnya darimana?
Ane : Dari Jogja
Petugas : Tujuannya?
Ane : Hanya jalan-jalan saja Pak!
Petugas : 15 ribu mas!
Ane : Baik Pak! (Sambil mengambil uang didompet)
Petugas : Terimakasih mas!
Ane : Lho, la tiketnya Pak?
Petugas : Nanti Masnya bilang saja dengan petugas yang ada diatas
kalau masnya sudah bayar dibawah. Sudah, nggak apa-apa.
Ane : Baiklah kalau begitu pak, Terimakasih!
Ane lanjutkan kembali perjalanan Ane. Jalan yang Ane lalui memang cenderung menanjak keatas, namun jalannya sudah cukup bagus. Nampaknya praktek pungli ini sampai sekarang masih berjalan. Tepat didepan samping kanan candi bentar, Ane melihat sebuah pos tempat praktek tersebut dijalankan.
Kurang lebih 150 meter dari plank ini, ada sebuah candi bentar |
Inilah candi bentarnya, dan disamping kanannya ada sebuah pos |
Penjaga : Masnya mau berkunjung ke Pura Besakih?
Ane : Iya Pak, memang ada apa ya Pak?
Penjaga : Sebentar, masnya mampir kesini dulu (sambil mengarahkan
Ane ke sebuah pos)
Ane tempatkan dahulu kuda hijau Ane dipinggir jalan dan kemudian melangkah mengikuti Sang Penjaga tersebut yang kebetulan seorang bapak-bapak.
Penjaga : Masnya sudah bayar tiket masuknya tadi dibawah?
Ane : Sudah Pak!
Penjaga : Jadi begini, Pura Besakih ini merupakan pura bersejarah.
Jadi kalau mau masuk, masnya harus membayar sejumlah uang
ke kita untuk pemeliharaan pura ini. Nanti masnya kita
pandu mengelilingi puranya.
Ane : Eow gitu, berapa ya Pak uang yang harus saya keluarkan?
Penjaga : Kalau wisatawan mancanegara biasanya 200 ribu mas. Tapi
untuk masnya 100 ribu saja.
Ane : Baik Pak, tapi saya dapat semacam tiket atau kwitansi kan
Pak?
Penjaga : Nggak mas, ini sudah ketentuan adat. Jadi itu hanya
sebatas uang sukarela saja.
Ane : Lho la terus gimana Pak? kalau tadi ketika dibawah saya
sudah membayar 15 ribu, masa disini saya disuruh membayar
lagi. Tanpa bukti apa-apa lagi.
Penjaga : Bukan mas, kalau dibawah sudah bayar, yasudah. Tapi ini
sudah ketentuan adat, masnya harus bayar dan nanti masuk
kedalam masnya akan dipandu salah satu dari kami.
Ane : Gini aja Pak, saya nggak pakai pemandu. Cuman kalau
sebatas uang sukarela saja akan saya kasih. Tapi ya nggak
sebesar itu juga. Apakah ini sudah ada peraturannya Pak
dari pemerintah?
Penjaga : Ini nggak ada kaitannya sama pemerintah mas. Ini ketentuan
adat.
Ane : Eow jadi ini nggak ada kaitannya sama pemerintah tow.
Gini saja, saya akan bayar 100 ribu rupiah. Tetapi saya
minta bukti berupa tiket masuk atau semacam kuwitansi.
bagaimana?
Penjaga : nggak bisa mas, ini kan hanya uang untuk jasa pemandu.
Jadi nggak ada yang namanya tiket masuk atau semacamnya.
Yasudah mas, masnya bayar 50 ribu saja. Silahkan masuk!
Ane : Ini bukan masalah besaran uangnya Pak, tapi ini masalah
resmi atau tidaknya. Toh misalnya saya disuruh bayar
tinggi, tidak masalah. Yang penting resmi.
Penjaga : Nggak bisa gitu mas, ini sudah ketentuan adat.
Ane : Nah, justru itu Pak karena ini sudah ketentuan adat maka
pasti resmi kan Pak? saya minta deh semacam tiket masuk
dari ketentuan adat ini.
Penjaga : Nggak bisa mas.
Ane : Lho kalau tidak bisa, Lalu bagaimana ya Pak ya? berarti
ini tidak resmi dong Pak?
Penjaga : Yasudah deh mas, masnya masuk saja. Tapi jangan masuk ke
bagian dalam puranya. Disitu sudah ada jalan setapak yang
mengelilinginya. Jadi tinggal nurut jalan itu saja.
Silahkan (dengan mimik muka masam)
Ane : Baik Pak, saya akan patuhi perintah tersebut. Ini sebagai
dana sukarelanya (Ane keluarkan uang 10 ribuan dan
kemudian Ane kasihkan kepadanya).
Penjaga : Baik mas
Ane : Parkirnya dimana Pak?
Penjaga : Motornya bawa masuk saja, nanti tinggal parkir dibagian
depan halaman pura saja (masih tetap dengan muka yang
masam).
Ane : Baik Pak, terimakasih!
Ane bawa motor masuk ke halaman pura dan tak lama kemudian sampailah Ane dilokasi yang Ane maksud. Tiba-tiba terdengar suara orang pembawa bunga dari depan Ane.
"Saya sematkan bunga ini ke mas, sebagai tanda penyambutan kami", kata seorang pembawa bunga tersebut.
"Tidak mbak, nggak usah", jawab Ane yang sebelumnya Ane ketahui kalau ini nggaklah gratis tetapi harus bayar.
Pergilah dia dengan muka sedikit kecewa. Tak berapa lama kemudian datanglah beberapa orang membawa barang dagangan berupa perlengkapan upacara mendekati Ane. Semuanya berjenis kelamin perempuan.
"Masnya mau masuk kedalam?", tanya salah seorang pedagang kepada Ane.
"Iya mbak, memang ada apa ya?", jawab Ane.
"Masnya harus pakai perlengkapan upacara untuk digunakan nanti didalam. Ini mas saya ada", timpal dia sambil mengulungkan sesuatu kepada Ane.
"Tidak mbak, terimakasih", jawab Ane.
"Tapi mas, masnya harus pakai ini untuk nanti digunakan didalam!", kata salah sorang pedagang lainnya yang berusaha meyakinkan Ane.
"Jadi gini mbak, setahu saya setiap pengunjung yang mendatangi pura tak seharusnya membawa perlengkapan seperti itu. Kecuali kalau memang pengunjung tersebut mau beribadah itu mutlak baginya. Saya sendiri hanya pengunjung biasa, jadi nggak diharuskan saya untuk membeli bunga", jawab Ane dengan sedikit rasa ragu-ragu apakah memang benar ketentuan tersebut ada disini.
"Tapi mas?", kata beberapa pedagang tersebut saling bebarengan.
"Gini saja mbak, kalau memang nanti didalam saya diharuskan untuk melakukan hal demikian, oke deh saya akan kembali dan membeli perlengkapan upacara dari salah satu mbak-mbaknya", jawab Ane dengan memberi sebuah solusi kepada mereka.
Sepertinya mereka semua kecewa dengan jawaban yang Ane berikan tersebut, dan kemudian mereka semua meninggalkan Ane satu persatu. Kini Ane dapat melenggang masuk kedalam area pura dengan aman. Ane sungguh kagum dengan pura ini, puranya begitu tinggi dan besar. Banyak meru-meru menjulang tinggi keatas, hal ini pertanda betapa agungnya pura ini saat itu. Ane tak pernah melihat pura sebesar ini sebelumnya sehingga tak salah bila pura ini dinobatkan sebagai pura terbesar yang ada di Bali sekaligus terbesar di negara kita tercinta Indonesia ini.
Setelah melewati jalan setapak yang ada dibagian sebelah kiri tanah lapang, Ane mulai meniti anak tangga satu persatu. Pertama-tama yang Ane lewati adalah pelataran dengan kondisi yang cukup bersih dan terawat. Kemudian untuk sampai diatas Ane harus melewati anak tangga lagi yang jumlahnya cukup banyak. Disamping kanan dan kiri anak tangga terdapat tanaman bunga dan patung-patung dengan berbagai macam pose.
Halaman bagian depan pura ada dibelakang Ane sono |
Sebenarnya masih ada tempat yang lebih tinggi lagi dari sini, mungkin tempat tersebut merupakan utamaning mandala sehingga Ane tak dapat memasukinya. Keluar dari samping kiri area ini, Ane melihat sebuah jalan setapak yang mengarah keatas. Mungkin inilah jalan setapak yang dimaksud oleh salah seorang penjaga tadi saat Ane masuk. Meski jalannya tak begitu lebar, tetapi cukup bagus.
Ane ikuti jalan ini hingga mentok. Ditengah jalan Ane melihat sebuah pura bernama Pura Catur Lawa Ida Bhatara Ratu Bagus Pande Besakih. Dibagian depannya terpasang sebuah denah lokasi pura dengan informasi banyak pura didalamnya. Ada Pura Pemuputan, Pura Dalem Tegal Penangsaran, Pura Catur Lawa Penataran Pande Besakih, Pura Pesimpenan Ratu Pande Besakih, Pura Penatara Agung Besakih, Pura Gua Raja, Pura Manik Mas, Pura Gelap, Pura Batumadeg, dan Pura Dalem Puri. Disini Ane menyadari kalau Pura Besakih ini tidak hanya terdapat satu pura, tetapi banyak pura.
Berjalan disepanjang jalan ini hawa yang Ane rasakan cukup sejuk, karena pura ini berada di kaki Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Bali. Disini terdapat petunjuk jalan jalur pendakian menuju puncak gunung tersebut, membaca papan petunjuk tersebut mengingatkan Ane pada aktifitas mendaki yang pernah Ane lakukan sebelum-sebelumnya. Tapi kalau sekarang mendaki, mau dengan siapa? Ah lupakan saja.
Mengikuti jalan setapak ini, tak terasa Ane sampai dibagian atas halaman pura. Ditengah jalan, Ane bertanya kepada salah seorang warga tentang pura ini. Dia sedang menyapu, tanpa Ane duga sebelumnya akhirnya kita terlibat dalam percakapan yang cukup lama. Dia bertanya tentang kamera Ane mulai dari harganya hingga spesifikasinya. Sementara darinya Ane memperoleh beberapa informasi penting, seperti pura yang letaknya paling atas disini dan Pura Besakih ini terdiri dari 1 pusat pura yang diberi nama Pura Penataran Agung Besakih serta terdapat 18 pura pendamping yang mengelilingi pura penataran Agung tersebut. 1 Pura Basukian dan 17 pura lainnya. "Berarti Pura yang pertama kali Ane masuki tadi adalah Pura Penataran Agung Besakih", fikirku.
Ane diberi arahan olehnya tentang jalan menuju ke pura yang terletak dibagian teratas. Ane ikuti arahan dia dan syukur sampai juga Ane disini. Dari sekian pura yang ada, pura inilah yang menurut Ane paling menarik. Bagaimana tidak, selain mempunyai pemandangan yang indah juga terlihat nyeni. Pintu masuk yang biasa berupa candi bentar itu dibuat melengkung. Selain itu disamping kanan dan kiri tangga terdapat sebuah patung naga yang nampak bergerak dari atas kebawah.
Dengan meniti anak tangga tersebut satu persatu, sampai juga Ane diatas. Disini Ane dapat melihat seluruh isi bagian nistaning mandala. Dipojok kanan dan kiri terdapat sebuah menara yang cukup tinggi dengan dilengkapi anak tangga menuju keatas. memasuki area yang kedua yaitu madyaning mandala, Ane melihat sebuah bangunan bale yang digunakan untuk meletakkan seperangkat alat gamelan dan kori agung yang berarsitektur sangat menarik. Tak heran bila pura ini dijadikan sebagai tempat foto prewedding bagi sepasang pengantin.
Disini Ane berada cukup lama, tampak salah seorang pemandu wisata sedang menjelaskan kepada yang dipandunya. Setelah selesai, dia tersenyum ramah kepada Ane. Disini kitapun terlibat percakapan sebentar. Darinya Ane memperoleh sebuah informasi yang cukup penting yaitu tempat ini ternyata sudah pernah diboikot, cukup lama katanya. Belum lama juga pernah ada petugas Pura Besakih yang dilaporkan oleh pengunjung karena merasa diperas. Alhasil, pemerintah setempat pun menegurnya dan bila tindakan ini terus berlangsung bukan tak mungkin pengelolaan Kawasan Wisata Pura Besakih ini akan diambil alih oleh pemerintah setempat.
Iya, sebaiknya sih begitu agar kegiatan kepariwisataan yang ada di Bali ini tidak tercoreng oleh petugas-petugas yang ada disini. Puas menjelajah isi pura ini walau hanya sampai di madyaning mandala, Ane langkahkan kaki menuju kebawah. Sesampainya dibawah, Ane menemui sebuah pertigaan jalan yang Ane lewati tadi.
Sekarang Ane memilih belok kearah kiri. Dibagian samping kanan Pura Penataran Agung ternyata masih ada beberapa bangunan yang cukup kecil dengan nama pedharman. Walau kecil, tempat ini justru banyak dipadati oleh orang yang sedang beribadah. Ada Pedharman yang bernama Arya Kenceng dan adapula Pedharman yang bernama Arya Sukahet. Masing-masing pedharman mempunyai masing-masing pemangkunya baik itu pemangku Gede maupun pemangku serahina.
Kalau tadi begitu Ane masuk Ane langsung menuju ke bagian utama pura, kini Ane keluar lewat samping kanan pura Penataran Agung. Ane sempatkan jalan melangkah kearah kanan sebentar dan ternyata disini terdapat sebuah pura lagi bernama Pura Catur Lawa Ida Ratu Dukuh. Pengunjung yang awalnya sepi kini berubah menjadi cukup ramai. Alhasil tempat parkir yang awalnya belum ada kendaraan kini sudah sangat padat sekali.
Sebelum meninggalkan lokasi, Ane tertarik untuk mengabadikan beberapa moment ulah para pemandu lokal dan pedagang. Mereka tetap saja sama yaitu menyuruh membeli barang dagangan mereka dengan sedikit memaksa. Ane kasihan terhadap salah seorang wisatawan yang sepertinya berasal dari Asia Timur. Dia tak tahu apa-apa dan akhirnya dia membeli barang dagangannya. Ane duga wisatawan ini sebelumnya telah membayar biaya dengan dalih yang dikenakan kepada Ane tadinya yaitu "Ketentuan adat".
Hal ini terlihat dari seorang pemandu lokal yang memandunya. Sayangnya, ditengah Ane mengabadikannya Ane tertangkap pandangan dari pemandu tersebut. Dia tidak suka difoto dan menyuruh Ane untuk menghentikan aktfiftas Ane ini. Dengan terpaksa Ane hentikan dan segera keluar dari kawasan pura yang sangat agung ini. Pura yang sangat agung tidak dibarengi dengan sikap para pengelolanya yang ramah.
Bila praktek-praktek yang tidak baik ini masih tetap saja dijalankan, bukan tak mungkin Pura Besakih ini akan terhapus dari peta kepariwisataan Bali. Ayolah Pak, Buk para pejabat yang berwenang dalam bidang kepariwisataan, kelolalah Kawasan Pura Besakih ini dengan baik sehingga Pariwisata di Bali akan tetap hidup dan tidak tercoreng nama baiknya. Terimakasih!
Hai,,, blog mu membantu banget nih beneran deh. Apalgi tentang pungli di besakih ini. Aku rencana mau kesana cuma melihat kamu yang di rampok begitu (heheheh aga kasar juga sih). Jadi mengurungkan minat juga. Tapi ini real story kan? Soalnya banyak juga sih artikel yang sama kalau di Besakih tuh punglinya parah.
BalasHapusHai juga mbak Wulan, terimakasih,,,
HapusIya mbak ini nyata kejadian yang saya alami. Nggak hanya ini saja, artikel yang lainnya diblog ini semuanya nyata saya alami. Tadinya saya juga penasaran mbak, apa iya separah itu kejadian yang ada di Besakih. Berangkat dari situasi inilah saya membuktikannya sendiri. Ternyata eh ternyata memang benar seperti itu kejadiannya. Mbak Wulan kayaknya harus coba sendiri nieh, hehehe
kemarin tgl 1 sept 2017 ,saya juga mengalami hal yg sama, selain tiket kena pungutan dari guide 100 rb, padahal waktu beli tiket, infonya sdah termasuk ojek berangkat,dan guide,kemudian diatas juga di minta sumbangan ( paksa ) 100 rb.selama di bali hanya di pura Besakih kejadian pungli.Buat yg lain hati hati di pura Besakih.Pura nya sebenarnya indah bgt, tpi sayang masih ada oknum yg membuat kesan jelek...
BalasHapusYo'i gan, semoga kejadian ini segera mendapatkan perhatian dari pemerintah supaya kedepannya tak terulang lagi.
HapusGa ada perkembangan dan tindakan dr aparat dan pemerintah setempat ..... Useless kita koar2 sudah bertahun2 soalnya
HapusMasih tetap tow Kak? Sayang sekali obyek wisata yang satu ini
Hapus