Saat jalan-jalan mengelilingi Lapangan Puputan Badung, Ane tak sengaja melihat sebuah papan nama yang bertuliskan, "Museum Bali". Ane sebagai seseorang yang senang berkunjung ke museum tentu penasaran dong sob dengan museum tersebut, alhasil masuklah Ane kedalamnya. Untuk dapat masuk kedalam Ane harus melewati sebuah pintu utama berupa gapura candi bentar terlebih dahulu.
Disebelah kanan candi bentar terdapat sebuah pos yang melayani pembelian tiket masuk. Disitu tertulis dengan jelas jadwal buka dan tarif masuk museum yang harus dibayarkan oleh setiap pengunjung. Museum ini buka setiap hari pada pukul 8 pagi hingga 4 sore Wita, kecuali hari jum'at pada pukul setengah 9 pagi hingga setengah 1 siang. Sementara hari libur resmi tutup.
Untuk tarif masuknya dapat dikategorikan sebagai berikut:
Pengunjung/Wisatawan Mancanegara (Dewasa) : 20k/orang
Pengunjung/Wisatawan Mancanegara (Anak-anak): 10k/orang
Pengunjung/Wisatawan Nusantara (Dewasa) : 10k/orang
Pengunjung/Wisatawan Nusantara (Anak-anak) : 5k/orang
Pengunjung/Wisatawan Pelajar : 2k/orang
Pengunjung/Wisatawan Mahasiswa : 3k/orang
Sebagai pengunjung/wisatawan Nusantara, maka Ane harus membayar tiket sebesar 10k saja. Sambil membayar tiket, Ane dikasih tahu kalau di Museum Bali ini terdapat 4 buah gedung utama yang digunakan sebagai ruang pamer diantaranya Gedung Timur, Gedung Buleleng, Gedung Karangasem, dan Gedung Tabanan. Wokelah kalau begitu, setelah tiket sudah ada ditangan kini saatnya Ane mengeksplorer seluruh isi museum yang ada didalam. Gedung pertama yang Ane masuki adalah Gedung Timur.
Gedung Timur ini terdiri dari 2 lantai, namun Ane tak masuk ke lantai 1 karena bukan merupakan ruang pamer dan langsung menuju ke lantai 2 dengan melewati beberapa anak tangga. Sesampainya didalam Ane dapat melihat seluruh koleksi yang ada. Setiap koleksi yang terpajang diberi nama beserta fungsinya untuk apa. Misalnya saja Bade yang berfungsi untuk mengusung mayat, Peralatan pewedaan (genitri, ketu, bajra, kegenian, dan tempat tirta) yang digunakan oleh pendeta dalam memimpin upacara.
Ada juga koleksi berupa patung diantaranya ada patung garuda wisnu berfungsi sebagai alas tugeh, patung rangda berfungsi sebagai tempat keris, patung phalus berfungsi sebagai lambang kesuburan, lontar dan kropak berfungsi sebagai sumber ilmu pengetahuan, patung arjuna berfungsi sebagai tempat keris, dan patung acintya yang berfungsi sebagai Lambang Sang Hyang Widhi Wasa.
Tak hanya itu, disini juga terpajang koleksi-koleksi lainnya seperti alat komunikasi berupa telepon kuno; Cagcag yang merupakan alat tenun bukan mesin yang masih tergolong tradisional terdiri dari Por, apit, lihingang, papan cagcag (cagag), cagcag (cagag), pandalan, serat, gehum, peletletan, bumbungan, blide, dan tundak.
Alat pertanian tradisional Bali seperti kumarang yang berfungsi untuk menempatkan benih padi yang akan ditanam, okokan sebagai tanda pengenal pada sapi, samed yang berfungsi untuk mengikat leher sapi, Lampid untuk meratakan tanah, dan lain sebagainya. Berbicara mengenai alat pertanian tradisional Bali, tak sengaja Ane teringat saat berkunjung ke Museum Tani Jawa Indonesia sob, soalnya di museum tersebut sangat lengkap koleksinya berkenaan dengan alat pertanian.
Selain memajang koleksi benda-benda, di Gedung Timur Museum Bali ini juga memasang penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Bali sehari-hari. Misalnya saja Dewa Yadnya, Dewa Yadnya adalah upacara/korban suci yang ditujukan kehadapan Tuhan dengan segala manifestasinya yang dilaksanakan di pura atau tempat suci lainnya yang dikenal dengan Upacara Memungkah, Ngenteg Linggih, Odalan, Ngusaba, Betara Turun Kabeh, Panca Wali Krama dan Eka Dasa Ludra.
Ada juga Bhuta Yadnya, Bhuta Yadnya adalah upacara korban suci yang bertujuan untuk menetralisir kekuatan jahat dari bhutakala yang sering mengganggu ketentraman hidup, menyebabkan malapetaka, sakit dan kematian (men somia kan Bhutakala). Maka dari itu setiap akan mengadakan upacara atau aktivitas lainnya selalu terlebih dahulu diadakan upacara Bhuta Yadnya yang disebut dengan mecaru.
Keluar dari Gedung Timur, selanjutnya Ane bergerak kearah utara menuju ke gedung lainnya yaitu Gedung Buleleng. Nama gedung ini diambil dari nama daerah Kabupaten Buleleng yang telah mendirikan gedung ini dan disumbangkan kepada Museum Bali pada tahun 1932. Gedung ini menyerupai bentuk sebuah meru (pagoda) yang lazim terdapat di pura dengan gaya arsitektur Bali Utara dan telah disesuaikan dengan kebutuhan museum.
Ane kira semua koleksi-koleksi yang ada didalam gedung ini berkenaan dengan Kabupaten Buleleng sob, ternyata tidak yang ada hanyalah pameran berupa perjalanan sejarah mata uang yang pernah berlaku di Bali mulai dari benda-benda yang dipergunakan sebagai alat tukar, mata uang emas dan perak zaman Bali kuno, mata uang kerajaan-kerajaan di Nusantara serta uang kepeng Cina dan perkembangan fungsinya di Bali.
Benda-benda yang pernah dipergunakan sebagai alat tukar pada zaman dahulu diantaranya kerang dan taring, sementara uang kepeng cina belum digunakan dan pada abad ke-14 barulah uang kepeng cina digunakan sebagai alat pembayaran yang sah hingga akhirnya pada tahun 1950-an. Dalam perkembangannya uang kepeng tersebut tak hanya digunakan sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga dipergunakan sebagai sarana upacara.
Fungsi uang kepeng sebagai sarana pelengkap upacara diletakkan diluar sesajen sebagai simbol kesucian yaitu untuk menyucikan sarana-sarana upacara. Pengguanaannya ada cara digantungkan, disisipkan dan adapula yang diletakkan pada dasar sebagai alas sarana-sarana upacara. Adapun bentuk-bentuknya adalah pis penyeneng, pis lekeh, selang, dan lain sebagainya.
Misalnya saja pis penyeneng, dalam sarana upacara merupakan simbol kesucian agar Tuhan berkenan hadir saat upacara berlangsung dan senantiasa memberikan umur panjang serta kemakmuran. Selain itu sebagai media pemujaan ada Patung Rambut Sedana Laki-laki.
Saat sekarang uang kepeng yang beredar di masyarakat hanya berfungsi sebagai perlengkapan upacara saja.
Puas melihat-lihat koleksi benda yang ada di Gedung Buleleng, Ane bergerak menuju kearah utara lagi. Setelah melewati sebuah gapura, Ane dimanjakan dengan sebuah gedung yang cukup besar bila dibandingkan dengan Gedung Buleleng. Ya, gedung tersebut bernama Gedung Karangasem. Nama gedung ini diambil dari nama daerah Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur yang telah membangun gedung ini pada tahun 1925 untuk Museum Bali.
Bentuk gedung ini menyerupai sebuah Bale Penangkilan (balai tempat menghadap raja) dengan gaya arsitektur Bali bagian timur yang dikombinasikan dengan bangunan pura. Bangunan ini cukup menarik sehingga tak heran bila saat Ane sampai disini terdapat sepasang pengantin yang sedang mengambil foto prewedding.
Lalu ada apakah didalamnya? ternyata hampir semua koleksi berhubungan dengan kesuburan sob, ada yang namanya Cili. Bentuk cili ini merupakan perwujudan dari Dewi Cri yang telah dikenal oleh seluruh bangsa Indonesia sebelum menerima pengaruh kebudayaan Hindu. Dewi Cri (Cili) merupakan Dewi Ibu, Dewi tanah (pertiwi), Dewa Venus (Yunani). Dewi-dewi ini sebagai lambang kesuburan karena dianggap yang melahirkan kehidupan. Untuk di Bali dewi kesuburan terkenal dengan nama Men Brayut yang digambarkan banyak anak. Selain itu ada yang namanya Pan Brayut.
Dalam perlengkapan upacara Yadnya Cili berperan penting yang diharapkan dapat mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin dariNya. Bentuk-bentuk Cili tersebut diaplikasikan dalam berbagai perlengkapan upakara misalnya sasap, penyeneng, sampian gantung, lamak dengan hiasan cili, tutup sajen, gebogan, dan salang.
Sementara selain tentang dewi kesuburan, didalam Gedung Karangasem juga terpajang kemben endek dan kampuh songket anggur. Kemben endek mempunyai fungsi sebagai penutup pinggang ke bawah sampai mata kaki pada waktu upacara agama, sedangkan kampuh songket anggur berfungsi untuk penutup dada setelah kamben.
Nampaknya semua gedung-gedung yang ada disini mewakili seluruh bali sob dan gedung terakhir yang Ane masuki adalah Gedung Tabanan. Gedung ini merupakan sumbangan dari keluarga Puri Tabanan dengan gaya arsitekturnya adalah gaya Tabanan yang mewakili Bali selatan, mempunyai atap bersusun dua menyerupai meru. Dahulu bangunan ini berfungsi sebagai tempat menyimpan harta istana, namun sekarang sudah menjadi sebuah museum dan sudah mengalami beberapa renovasi.
Begitu masuk kedalam Ane disuguhkan dengan patung-patung barongswari yang diletakkan ditengah-tengah ruangan. Ceritanya pun sungguh menarik yakni sebagai berikut.
Diceritakan perkawinan Bhatara Guru dengan Bhatari Uma mempunyai putra Bhatara Kumara. Bhatara Guru sangat senang, tetapi Bhatari Uma sedih hatinya karena puteranya tidak pernah bersamanya. Jika haus minta air susu ke ibunya, setelah kenyang kembali kepada ayahnya. Hal tersebut membuat Bhatari Uma marah, sehingga kepungsang-pangsing Bhatar Kumara sambil menyusui. Saking marahnya rambut Bhatari Uma terurai dan pada saat itulah Bhatara guru melihat isterinya seperti Kala, tidak seperti perbuatan dewa. Lalu Bhatara Guru pun mengusirnya sehingga Bhatari Uma pergi dari sorga sampai bumi (mayapada) menuju desa sepi ditengah hutan. Air matanya mengalir dan air susunya keluar sampai ketanah, sehingga tumbuhlah pisang saba (gedang saba) sebagai makanan bayi.
Ditengah hutan membangun istana seperti sorga dan memuja Dewi Rohini. Dari yoganya keluarlah wil, dhete, jin, setan, hala-hala, raregek, anja-anja, sungsang hulu, kumanginang, njekpupu, tangan-tangan, wongsil, hulu halit, basang gatul, papengkah, kupla-kaplik, linyik, dan sumprang-sampring. Bangsa-bangsa tersebut yang menjaga istana Dewi Rohini sehingga angkerlah tempat itu tidak ada yang berani melewatinya.
Diceritakan Bhatara Kumara bingung mencari ibunya minta air susu sehingga Bhatara Guru marah, akhirnya Bhatara Kumara ditempatkan dipelangkiran. Teringat Bhatara Guru telah mengutuk Bhatari Uma, turunlah ke dunia mencari isterinya dan berubah wujud menjadi Rudra Murti. Bhatara Guru bertemu dengan Dewi Rohini di istananya, sama-sama berwujud kala karena disusupi oleh Durga. Disanalah mereka berdua bersenang-senang, memadu kasih. Sehingga terjadilah bencana didunia seperti wabah penyakit dan kekacauan.
Dilihatlah kejadian didunia oleh Bhatara Tiga, kasihan melihat banyak orang sakit dan meninggal. Akhirnya Tri Murti menciptakan Barongswari supaya Bhatara Guru dan Bhatari Uma sadar kembali. Bhatara Brahma menjadi topeng Bang, Bhatara Wisnu menjadi Topeng Telek, Bhatara Iswara menjadi Barong sehingga disebut dengan Barongswari.
Mengelilingi ruang pamer, dipinggir ruangan terpajang dengan rapi keris-keris berbagai bentuk dengan beragam fungsi. Keris lurus, siwa guru dipegang oleh Brahmana yang suka mempelajari sastra ataupun Sari Ratna Kumala yang biasa dipegang oleh pemimpin. Keris luk sembilan, Naga Retna yang dipegang oleh raja. Keris Luk Tujuh Belas, Jati Tingkir/Wesia Wirawata yang biasa dipegang oleh pedagang.
Berakhirnya Ane menjelajah Gedung Tabanan ini, berakhir pula kunjungan Ane disini. Kebetulan dibagian depan Gedung Tabanan halaman tengah ada sebuah menara. Naiklah Ane keatas menara tersebut, sambil rehat sejenak Ane melihat-lihat di sekitar area lokasi. Dari sini terlihat pemandangan museum yang elok nan damai.
Turun dari menara, perjalanan Ane lanjutkan kembali ke obyek wisata lainnya yang ada di bagian utara. Obyek Wisata tersebut berupa sebuah pura bernama Pura Agung Jagatnatha. Untuk Pura Agung Jagatnatha, Ane tulis sendiri artikelnya secara terpisah. Tunggu cerita Ane selanjutnya ya sob ya, Sampai Jumpa!
Disebelah kanan candi bentar terdapat sebuah pos yang melayani pembelian tiket masuk. Disitu tertulis dengan jelas jadwal buka dan tarif masuk museum yang harus dibayarkan oleh setiap pengunjung. Museum ini buka setiap hari pada pukul 8 pagi hingga 4 sore Wita, kecuali hari jum'at pada pukul setengah 9 pagi hingga setengah 1 siang. Sementara hari libur resmi tutup.
Untuk tarif masuknya dapat dikategorikan sebagai berikut:
Pengunjung/Wisatawan Mancanegara (Dewasa) : 20k/orang
Pengunjung/Wisatawan Mancanegara (Anak-anak): 10k/orang
Pengunjung/Wisatawan Nusantara (Dewasa) : 10k/orang
Pengunjung/Wisatawan Nusantara (Anak-anak) : 5k/orang
Pengunjung/Wisatawan Pelajar : 2k/orang
Pengunjung/Wisatawan Mahasiswa : 3k/orang
Jadwal buka dan tarif masuk museum |
Tiket masuknya |
Gedung Timur ini terdiri dari 2 lantai, namun Ane tak masuk ke lantai 1 karena bukan merupakan ruang pamer dan langsung menuju ke lantai 2 dengan melewati beberapa anak tangga. Sesampainya didalam Ane dapat melihat seluruh koleksi yang ada. Setiap koleksi yang terpajang diberi nama beserta fungsinya untuk apa. Misalnya saja Bade yang berfungsi untuk mengusung mayat, Peralatan pewedaan (genitri, ketu, bajra, kegenian, dan tempat tirta) yang digunakan oleh pendeta dalam memimpin upacara.
|
|
|
|
|
|
|
|
Alat pertanian tradisional Bali seperti kumarang yang berfungsi untuk menempatkan benih padi yang akan ditanam, okokan sebagai tanda pengenal pada sapi, samed yang berfungsi untuk mengikat leher sapi, Lampid untuk meratakan tanah, dan lain sebagainya. Berbicara mengenai alat pertanian tradisional Bali, tak sengaja Ane teringat saat berkunjung ke Museum Tani Jawa Indonesia sob, soalnya di museum tersebut sangat lengkap koleksinya berkenaan dengan alat pertanian.
Selain memajang koleksi benda-benda, di Gedung Timur Museum Bali ini juga memasang penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Bali sehari-hari. Misalnya saja Dewa Yadnya, Dewa Yadnya adalah upacara/korban suci yang ditujukan kehadapan Tuhan dengan segala manifestasinya yang dilaksanakan di pura atau tempat suci lainnya yang dikenal dengan Upacara Memungkah, Ngenteg Linggih, Odalan, Ngusaba, Betara Turun Kabeh, Panca Wali Krama dan Eka Dasa Ludra.
Ada juga Bhuta Yadnya, Bhuta Yadnya adalah upacara korban suci yang bertujuan untuk menetralisir kekuatan jahat dari bhutakala yang sering mengganggu ketentraman hidup, menyebabkan malapetaka, sakit dan kematian (men somia kan Bhutakala). Maka dari itu setiap akan mengadakan upacara atau aktivitas lainnya selalu terlebih dahulu diadakan upacara Bhuta Yadnya yang disebut dengan mecaru.
Keluar dari Gedung Timur, selanjutnya Ane bergerak kearah utara menuju ke gedung lainnya yaitu Gedung Buleleng. Nama gedung ini diambil dari nama daerah Kabupaten Buleleng yang telah mendirikan gedung ini dan disumbangkan kepada Museum Bali pada tahun 1932. Gedung ini menyerupai bentuk sebuah meru (pagoda) yang lazim terdapat di pura dengan gaya arsitektur Bali Utara dan telah disesuaikan dengan kebutuhan museum.
Ane kira semua koleksi-koleksi yang ada didalam gedung ini berkenaan dengan Kabupaten Buleleng sob, ternyata tidak yang ada hanyalah pameran berupa perjalanan sejarah mata uang yang pernah berlaku di Bali mulai dari benda-benda yang dipergunakan sebagai alat tukar, mata uang emas dan perak zaman Bali kuno, mata uang kerajaan-kerajaan di Nusantara serta uang kepeng Cina dan perkembangan fungsinya di Bali.
Benda-benda yang pernah dipergunakan sebagai alat tukar pada zaman dahulu diantaranya kerang dan taring, sementara uang kepeng cina belum digunakan dan pada abad ke-14 barulah uang kepeng cina digunakan sebagai alat pembayaran yang sah hingga akhirnya pada tahun 1950-an. Dalam perkembangannya uang kepeng tersebut tak hanya digunakan sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga dipergunakan sebagai sarana upacara.
|
|
Pis penyeneng |
Misalnya saja pis penyeneng, dalam sarana upacara merupakan simbol kesucian agar Tuhan berkenan hadir saat upacara berlangsung dan senantiasa memberikan umur panjang serta kemakmuran. Selain itu sebagai media pemujaan ada Patung Rambut Sedana Laki-laki.
Saat sekarang uang kepeng yang beredar di masyarakat hanya berfungsi sebagai perlengkapan upacara saja.
Puas melihat-lihat koleksi benda yang ada di Gedung Buleleng, Ane bergerak menuju kearah utara lagi. Setelah melewati sebuah gapura, Ane dimanjakan dengan sebuah gedung yang cukup besar bila dibandingkan dengan Gedung Buleleng. Ya, gedung tersebut bernama Gedung Karangasem. Nama gedung ini diambil dari nama daerah Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur yang telah membangun gedung ini pada tahun 1925 untuk Museum Bali.
Bentuk gedung ini menyerupai sebuah Bale Penangkilan (balai tempat menghadap raja) dengan gaya arsitektur Bali bagian timur yang dikombinasikan dengan bangunan pura. Bangunan ini cukup menarik sehingga tak heran bila saat Ane sampai disini terdapat sepasang pengantin yang sedang mengambil foto prewedding.
Lalu ada apakah didalamnya? ternyata hampir semua koleksi berhubungan dengan kesuburan sob, ada yang namanya Cili. Bentuk cili ini merupakan perwujudan dari Dewi Cri yang telah dikenal oleh seluruh bangsa Indonesia sebelum menerima pengaruh kebudayaan Hindu. Dewi Cri (Cili) merupakan Dewi Ibu, Dewi tanah (pertiwi), Dewa Venus (Yunani). Dewi-dewi ini sebagai lambang kesuburan karena dianggap yang melahirkan kehidupan. Untuk di Bali dewi kesuburan terkenal dengan nama Men Brayut yang digambarkan banyak anak. Selain itu ada yang namanya Pan Brayut.
Patung Cili |
Patung Men Brayut |
Patung Pan Brayut |
Sementara selain tentang dewi kesuburan, didalam Gedung Karangasem juga terpajang kemben endek dan kampuh songket anggur. Kemben endek mempunyai fungsi sebagai penutup pinggang ke bawah sampai mata kaki pada waktu upacara agama, sedangkan kampuh songket anggur berfungsi untuk penutup dada setelah kamben.
|
|
Begitu masuk kedalam Ane disuguhkan dengan patung-patung barongswari yang diletakkan ditengah-tengah ruangan. Ceritanya pun sungguh menarik yakni sebagai berikut.
Diceritakan perkawinan Bhatara Guru dengan Bhatari Uma mempunyai putra Bhatara Kumara. Bhatara Guru sangat senang, tetapi Bhatari Uma sedih hatinya karena puteranya tidak pernah bersamanya. Jika haus minta air susu ke ibunya, setelah kenyang kembali kepada ayahnya. Hal tersebut membuat Bhatari Uma marah, sehingga kepungsang-pangsing Bhatar Kumara sambil menyusui. Saking marahnya rambut Bhatari Uma terurai dan pada saat itulah Bhatara guru melihat isterinya seperti Kala, tidak seperti perbuatan dewa. Lalu Bhatara Guru pun mengusirnya sehingga Bhatari Uma pergi dari sorga sampai bumi (mayapada) menuju desa sepi ditengah hutan. Air matanya mengalir dan air susunya keluar sampai ketanah, sehingga tumbuhlah pisang saba (gedang saba) sebagai makanan bayi.
Ditengah hutan membangun istana seperti sorga dan memuja Dewi Rohini. Dari yoganya keluarlah wil, dhete, jin, setan, hala-hala, raregek, anja-anja, sungsang hulu, kumanginang, njekpupu, tangan-tangan, wongsil, hulu halit, basang gatul, papengkah, kupla-kaplik, linyik, dan sumprang-sampring. Bangsa-bangsa tersebut yang menjaga istana Dewi Rohini sehingga angkerlah tempat itu tidak ada yang berani melewatinya.
Diceritakan Bhatara Kumara bingung mencari ibunya minta air susu sehingga Bhatara Guru marah, akhirnya Bhatara Kumara ditempatkan dipelangkiran. Teringat Bhatara Guru telah mengutuk Bhatari Uma, turunlah ke dunia mencari isterinya dan berubah wujud menjadi Rudra Murti. Bhatara Guru bertemu dengan Dewi Rohini di istananya, sama-sama berwujud kala karena disusupi oleh Durga. Disanalah mereka berdua bersenang-senang, memadu kasih. Sehingga terjadilah bencana didunia seperti wabah penyakit dan kekacauan.
Dilihatlah kejadian didunia oleh Bhatara Tiga, kasihan melihat banyak orang sakit dan meninggal. Akhirnya Tri Murti menciptakan Barongswari supaya Bhatara Guru dan Bhatari Uma sadar kembali. Bhatara Brahma menjadi topeng Bang, Bhatara Wisnu menjadi Topeng Telek, Bhatara Iswara menjadi Barong sehingga disebut dengan Barongswari.
Mengelilingi ruang pamer, dipinggir ruangan terpajang dengan rapi keris-keris berbagai bentuk dengan beragam fungsi. Keris lurus, siwa guru dipegang oleh Brahmana yang suka mempelajari sastra ataupun Sari Ratna Kumala yang biasa dipegang oleh pemimpin. Keris luk sembilan, Naga Retna yang dipegang oleh raja. Keris Luk Tujuh Belas, Jati Tingkir/Wesia Wirawata yang biasa dipegang oleh pedagang.
|
|
|
|
Pemandangan yang terlihat dari atas menara |
Ini juga |
7 kali ke Bali, saya belum pernah sekali pun datang ke museum ini. padahal biasanya tiap pergi ke sebuah tempat selalu nyari museum. salam kenal :)
BalasHapusYa, nanti mbaknya kalau ke Bali lagi bisa deh mampir kesini. Salam kenal juga mbak Lutfi, :-)
Hapuskeren gan.. btw izin ambil dokumentasinya sebagai lampiran di tugas skripsi ane ya. doain biar selesai akhir maret ini :), sukses selalu dan senantiasa bahagia sob. ditunggu karyanya yang lain
BalasHapusTerimakasih mas, silahkan! Semoga skripsinya sudah selesai.
HapusBagus nya😍
BalasHapus