Beragam fikiran terlintas dibenak Ane ketika mendengar kata "Goa Gajah" adalah goa yang sebesar gajahkah?, goa yang dahulunya sempat digunakan oleh gajah sebagai tempat tinggalkah? atau goa yang menyerupai bentuk gajah. Semua fikiran itu akan segera terjawab oleh Ane ketika Ane sudah mendatangi tempatnya secara langsung. Iya, Goa Gajah yang terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatu, Kabupaten Gianyar, Bali ini menjadi daftar kunjungan utama Ane hari ini.
Selepas dari Pura Penataran Sasih, Ane pacu kuda hijau Ane menuju ke Goa Gajah ini. Letaknya tak begitu jauh, tak sampai 10 menit Ane sampai disini. Goa Gajah ini cukup mudah untuk diketemukan karena berada di pinggir Jalan Raya Goa Gajah. Parkirnya yang cukup luas membuat Ane tak kesulitan untuk memarkir kuda hijau Ane. Untuk sampai di lokasi goanya, Ane harus bergerak menuju kearah kanan (barat) melewati pertokoan penjual beragam souvernir khas Bali dan sebelumnya Ane harus membeli tiket masuk terlebih dahulu.
Harga tiket masuk yang harus Ane beli sebesar 15k. Agar sampai dilokasi goanya, Ane harus melewati jalan setapak yang menurun dan berundak-undak dengan disekelilingnya tumbuh pepohonan yang rimbun sehingga suasananya begitu sejuk. Di tengah perjalanan menurun, Ane terpesona dengan pemandangan yang ada. Kompleks Pura Goa Gajah secara keseluruhan terlihat dari sini. Ane semakin penasaran saja dan semangat untuk segera turun kebawah.
Sesampainya dibawah, terlihat sebuah bangunan wantilan dan batu-batu peninggalan arkeologis menyambut Ane. Batu-batu tersebut tertata dengan rapi, nampaknya batu-batu ini terawat dengan baik walaupun batu-batu tersebut tak seperti dahulu diletakkan ditempatnya. Diseberang peninggalan arkeologis ini (tepatnya dibagian sebelah selatan mulut goa) terdapat sebuah kolam petirtaan dengan enam patung widyadara-widyadari yang sedang memegang air suci dengan posisi tiga patung berjejer dibagian utara dan tiga patung lainnya berjejer dibagian selatan.
Nah, inilah yang dinamakan Goa Gajah. Matanya melirik kekanan dengan pahatan ukiran-ukirannya cukup rumit namun bernuansa nyeni. Goa ini memiliki pintu masuk yang cukup sempit, Ane perkirakan hanya muat 1 orang saja. Banyak para wisatawan yang berfoto disini secara bergantian, tak terkecuali dengan Ane. Setelah mengambil gambar seperlunya, Ane masuk kedalam.
Awalnya Ane kira goa ini cukup dalam, ternyata tidak. Goanya tidak terlalu dalam, hanya sekitar 10 meter dari mulut goa. Bagian kanan dan kiri lorong goa terdapat ceruk, mungkin pada jaman dahulu ceruk ini digunakan sebagai tempat untuk bertapa. Goa bercabang membentuk huruf T. Dicabang sebelah barat terdapat sebuah arca ganesha, mungkin karena arca inilah asal-muasal nama goa gajah ini ada. Sementara itu dicabang sebelah timur Ane melihat tiga buah lingga yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai lambang kesuburan.
Keluar dari dalam goa, Ane bergerak kearah kiri. Disini Ane dapat melihat seluruh isi pura. Seperti pura pada umumnya, pura ini terdiri dari bangunan balai dan pelinggih-pelinggih. Namun ada yang menarik yaitu terdapatnya sebuah pelinggih yang dikelilingi oleh kolam. Ane sempat melihat beberapa pengunjung mengabadikan foto disini.
Ane sempat istirahat beberapa menit disini dan mengamati tingkah laku para pengunjung yang datang. Ada yang berfoto bersama keluarga, sahabat maupun pasangan hidup; ada yang hanya memfoto obyeknya saja tanpa mengabadikan foto diri, dan bahkan adapula yang berfoto selfie seorang diri. Hampir semua pengunjung yang datang merupakan wisatawan mancanegara, maklum sekarang ini bukanlah musim liburan sehingga hal itu terjadi.
Ane kira sampai disini saja Kompleks Goa Gajah yang dapat Ane nikmati. Ternyata tidak, keluar dari candi bentar Ane melihat sebuah papan petunjuk yang terbuat dari batu bata bertuliskan "Budha Temple". Kalau difikir-fikir aneh juga, ditengah masyarakat yang beragama Hindu kok masih ada bangunan Budha yang berdiri. Semakin lama Ane menatap papan petunjuk tersebut, semakin dalam rasa penasaran Ane terhadapnya.
Ane ikuti saja papan petunjuk tersebut, tak lama kemudian Ane melihat jalan setapak yang mengarah kebawah. Jalannya cukup baik berupa jalan semen dengan disamping kanan dan kirinya tumbuh pepohonan yang cukup rimbun. Sesampainya dibawah ternyata inilah yang dimaksud dengan Budha Temple itu, sebuah batu besar menyerupai wajah manusia menghadap keatas tergeletak di dasar Sungai Tukad Pangkung.
Pasalnya selain benda tersebut, tak ada benda lain yang dapat disebut dengan Budha Temple. Keatas sedikit Ane menemukan sebuah pura lagi, namun cukup kecil. Sedangkan dibagian kanan batu ini, hanya ada sebuah pohon yang cukup besar memiliki akar cukup unik dan sebuah kolam berbentuk angka 8 ditumbuhi bunga teratai.
Itulah sob cerita petualangan Ane mengenai Goa Gajah ini, bila sobat sedang liburan ke Bali tak ada salahnya kan sob untuk mampir kesini.
Patung gajah yang berdiri seolah menyapa setiap pengunjung yang datang |
Harga tiket masuk yang harus Ane beli sebesar 15k. Agar sampai dilokasi goanya, Ane harus melewati jalan setapak yang menurun dan berundak-undak dengan disekelilingnya tumbuh pepohonan yang rimbun sehingga suasananya begitu sejuk. Di tengah perjalanan menurun, Ane terpesona dengan pemandangan yang ada. Kompleks Pura Goa Gajah secara keseluruhan terlihat dari sini. Ane semakin penasaran saja dan semangat untuk segera turun kebawah.
|
|
Sesampainya dibawah, terlihat sebuah bangunan wantilan dan batu-batu peninggalan arkeologis menyambut Ane. Batu-batu tersebut tertata dengan rapi, nampaknya batu-batu ini terawat dengan baik walaupun batu-batu tersebut tak seperti dahulu diletakkan ditempatnya. Diseberang peninggalan arkeologis ini (tepatnya dibagian sebelah selatan mulut goa) terdapat sebuah kolam petirtaan dengan enam patung widyadara-widyadari yang sedang memegang air suci dengan posisi tiga patung berjejer dibagian utara dan tiga patung lainnya berjejer dibagian selatan.
|
|
Kolam petirtaan dengan enam patung widyadara-widyadari |
Mulut Goa Gajah |
Awalnya Ane kira goa ini cukup dalam, ternyata tidak. Goanya tidak terlalu dalam, hanya sekitar 10 meter dari mulut goa. Bagian kanan dan kiri lorong goa terdapat ceruk, mungkin pada jaman dahulu ceruk ini digunakan sebagai tempat untuk bertapa. Goa bercabang membentuk huruf T. Dicabang sebelah barat terdapat sebuah arca ganesha, mungkin karena arca inilah asal-muasal nama goa gajah ini ada. Sementara itu dicabang sebelah timur Ane melihat tiga buah lingga yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai lambang kesuburan.
|
|
Sip |
|
Ane kira sampai disini saja Kompleks Goa Gajah yang dapat Ane nikmati. Ternyata tidak, keluar dari candi bentar Ane melihat sebuah papan petunjuk yang terbuat dari batu bata bertuliskan "Budha Temple". Kalau difikir-fikir aneh juga, ditengah masyarakat yang beragama Hindu kok masih ada bangunan Budha yang berdiri. Semakin lama Ane menatap papan petunjuk tersebut, semakin dalam rasa penasaran Ane terhadapnya.
Candi bentar yang Ane lewati ketika keluar dari lokasi Pura Goa Gajah |
Ane ikuti saja papan petunjuk tersebut, tak lama kemudian Ane melihat jalan setapak yang mengarah kebawah. Jalannya cukup baik berupa jalan semen dengan disamping kanan dan kirinya tumbuh pepohonan yang cukup rimbun. Sesampainya dibawah ternyata inilah yang dimaksud dengan Budha Temple itu, sebuah batu besar menyerupai wajah manusia menghadap keatas tergeletak di dasar Sungai Tukad Pangkung.
Pasalnya selain benda tersebut, tak ada benda lain yang dapat disebut dengan Budha Temple. Keatas sedikit Ane menemukan sebuah pura lagi, namun cukup kecil. Sedangkan dibagian kanan batu ini, hanya ada sebuah pohon yang cukup besar memiliki akar cukup unik dan sebuah kolam berbentuk angka 8 ditumbuhi bunga teratai.
Akar pohonnya cukup unik bukan? |
Itulah sob cerita petualangan Ane mengenai Goa Gajah ini, bila sobat sedang liburan ke Bali tak ada salahnya kan sob untuk mampir kesini.
aku jd inget goa tabuhan di pacitan yg ada 1 tempat utk bertapa jg... ga abis pikir ama org2 pertapa ato wali2 dulu, kok tahan ya mas bertapa dlm goa yg sempit dan pasti panas gitu :D.. bisa ya mereka konsentrasi ampe berhari2... aku 5 menit aja udh buyar kali ;p
BalasHapusHahaha,,, orang dulu low mbak,,, pasti beda lah ama orang jaman sekarang. Kalau masalah bertapa pasti lebih tahan orang dahulu mbak,,,, :-)
Hapus