Berawal dari tak berhasilnya Ane mengunjungi museum ini kemarin sore, pagi ini Ane kembali mengunjunginya karena rasa penasaran yang ada. Setelah sarapan pagi di Warung Nasi Campur Ayam Men Weti Ane bergerak kearah utara menuju Pantai Sanur. Untuk menuju kesana, Ane harus menyusuri jalan setapak di pinggir pantai dengan disamping kanannya berupa Pantai Sanur yang sangat luas dan disamping kirinya berdiri hotel-hotel maupun restoran-restoran mewah. Banyak wisatawan terutama wisatawan mancanegara yang berlalu-lalang kesana-kemari. Ada yang menggunakan sepeda ontel dan adapula yang hanya berjalan kaki saja. Dijalan ini tidak banyak toko-toko penjual souvernir yang berdiri, namun berbeda saat Ane mulai mendekati area museumnya. Banyak terdapat toko-toko penjual souvernir yang berdiri, ada yang menjual pakaian, hasil kerajinan tangan, maupun pernak-pernik khas Bali.
Iya, museum ini tak akan terlihat dari kawasan pantai karena letaknya yang berada di balik toko penjual souvernir. Begitu masuk kedalam, keadaan sangat sepi Ane tak melihat seorang pun yang sedang berkunjung kesini. Ane dapat melihat keseluruhan bangunan yang ada, disebelah kanan pintu masuk terdapat sebuah pos tempat pembelian tiket masuk. Disitu tertera dengan lengkap jam buka museum dan besaran harga yang harus dibayarkan oleh pengunjung bila ingin masuk kedalam.
Museum buka setiap hari dari pukul 8 pagi hingga setengah 4 sore Wita, kecuali hari Jumat dari pukul setengah 9 pagi hingga setengah 1 siang Wita. Sementara untuk hari libur resmi museum ini tutup. Sedangkan besaran tiket yang harus dibayarkan oleh setiap para pengunjung terbagi menjadi beberapa kategori umur dan jenis.
- Wisatawan mancanegara (dewasa) Rp. 20k/orang;
- Wisatawan mancanegara (anak-anak) Rp. 10k/orang;
- Wisatawan domestik (dewasa) Rp. 10k/orang;
- Wisatawan domestik (anak-anak) Rp. 5k/orang;
- Mahasiswa Rp. 3k/orang; dan
- Pelajar Rp. 2k/orang.
Setelah membayar tiket masuk sebesar 10k, Ane mulai menjelajahi isi museum. Ruang pertama yang Ane masuki adalah bekas ruang tamu. Disini berbagai macam jenis lukisan terpasang dan sebagian besar lukisannya bertelanjang dada. Dibagian tengah ruangan terdapat sebuah tulisan sejarah singkat yang menerangkan tentang museum ini.
Nama museum ini diambil dari nama bekas pemiliknya "Adrien Jean Le Mayeur de Merpres" yang berasal dari Belgia. Dia datang ke Bali pada tahun 1932 melalui Pelabuhan Buleleng Singaraja dan selanjutnya menuju Denpasar. Di Denpasar beliau menyewa sebuah rumah di Banjar Kelandis dan bertemu dengan seorang penari legong keraton berumur 15 tahun bernama Ni Nyoman Pollok yang kemudian dijadikan model lukisannya.
Lukisan-lukisannya dengan model Ni Nyoman Pollok dipamerkan di Singapura dengan hasil yang sangat memuaskan dan nama Le Mayeur menjadi semakin dikenal. Selesai pameran Le Mayeur kembali datang ke Bali dan membeli sebidang tanah kemudian mendirikan rumah di Pantai Sanur lokasi museum sekarang. Disini Ni Nyoman Pollok, setiap hari bekerja sebagai model lukisan bersama dua orang temannya. Karena kecantikan dan keindahan tubuh Ni Nyoman Pollok membuat Le Mayeur semakin betah tinggal di Bali dan pada akhirnya kedua insan tersebut menikah pada tahun 1935.
Pada tahun 1956 ketika Bapak Bahder Djohan selaku Menteri Pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan datang mengunjungi rumah Le Mayeur sangat terkesan dan minta kepada Le Mayeur agar rumahnya dijadikan museum. Ide itu disambut dengan senang hati dan mulai saat itu Le Mayeur terus berkarya untuk meningkatkan mutu lukisannya.
Kemudian pada tanggal 28 Agustus 1957 impiannya itu menjadi kenyataan. Tetapi pada tahun 1958 Le Mayeur menderita sakit kanker telinga yang sangat ganas, dan dengan ditemani Ni Pollok pergi ke Belgia untuk berobat. Setelah dua bulan berobat di Belgia, pada bulan Mei 1958 Le Mayeur meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dikubur disana. Ni Nyoman Pollok kembali ke Bali untuk mengurus rumah tangganya yang telah menjadi museum sampai meninggal dunia pada tanggal 28 Juli 1985 dalam usia 68 tahun.
Memasuki ruang yang kedua yaitu ruang tempat menyimpan buku-buku bacaan pribadi. Selain itu juga dipakai untuk menerima keluarga atau teman dekat yang datang dari jauh dan menginap untuk sementara waktu.
Di Ruang yang Ketiga, lebih luas dibandingkan dengan ruangan-ruangan sebelumnya. Ruangan ini adalah bekas studio tempat Le Mayeur melukis Ni Pollok sebagai model lukisannya. Ruangan ini sering digunakan untuk melengkapi koleksi lukisan yang dianggap kurang untuk dijadikan museum.
Ruangan terakhir yang Ane masuki adalah ruang tempat tidur Ni Pollok dan Le Mayeur. Mereka sangat senang tidur disini dan tak pernah pindah hingga Le Mayeur berbaring menunggu hari keberangkatannya ke Belgia untuk berobat. Selepas Le Mayeur wafat, Ni Pollok tetap menempati kamar ini hingga akhir hayatnya.
Lukisan Le Mayeur memang kebanyakan mengangkat Ni Pollok sebagai model lukisannya sob, namun selain itu juga menggunakan wanita-wanita Bali lain. Ada wanita-wanita yang sedang menari, melaksanakan upacara adat dan agama, sedang bermain-main di Pantai Sanur, serta beragam kehidupan dalam suasana senang.
Kalau dipikir-pikir lukisan-lukisan yang ada di museum ini mirip dengan yang ada di Museum Antonio Blanco sob, sama-sama menggunakan isterinya sebagai model lukisannya namun lukisan-lukisannya tak sehot yang ada di Museum Antonio Blanco, hehehe.
Iya, museum ini tak akan terlihat dari kawasan pantai karena letaknya yang berada di balik toko penjual souvernir. Begitu masuk kedalam, keadaan sangat sepi Ane tak melihat seorang pun yang sedang berkunjung kesini. Ane dapat melihat keseluruhan bangunan yang ada, disebelah kanan pintu masuk terdapat sebuah pos tempat pembelian tiket masuk. Disitu tertera dengan lengkap jam buka museum dan besaran harga yang harus dibayarkan oleh pengunjung bila ingin masuk kedalam.
Museum buka setiap hari dari pukul 8 pagi hingga setengah 4 sore Wita, kecuali hari Jumat dari pukul setengah 9 pagi hingga setengah 1 siang Wita. Sementara untuk hari libur resmi museum ini tutup. Sedangkan besaran tiket yang harus dibayarkan oleh setiap para pengunjung terbagi menjadi beberapa kategori umur dan jenis.
- Wisatawan mancanegara (dewasa) Rp. 20k/orang;
- Wisatawan mancanegara (anak-anak) Rp. 10k/orang;
- Wisatawan domestik (dewasa) Rp. 10k/orang;
- Wisatawan domestik (anak-anak) Rp. 5k/orang;
- Mahasiswa Rp. 3k/orang; dan
- Pelajar Rp. 2k/orang.
Jam buka dan besaran harga tiket masuk museum |
Narsis dulu ah |
Nama museum ini diambil dari nama bekas pemiliknya "Adrien Jean Le Mayeur de Merpres" yang berasal dari Belgia. Dia datang ke Bali pada tahun 1932 melalui Pelabuhan Buleleng Singaraja dan selanjutnya menuju Denpasar. Di Denpasar beliau menyewa sebuah rumah di Banjar Kelandis dan bertemu dengan seorang penari legong keraton berumur 15 tahun bernama Ni Nyoman Pollok yang kemudian dijadikan model lukisannya.
Lukisan-lukisannya dengan model Ni Nyoman Pollok dipamerkan di Singapura dengan hasil yang sangat memuaskan dan nama Le Mayeur menjadi semakin dikenal. Selesai pameran Le Mayeur kembali datang ke Bali dan membeli sebidang tanah kemudian mendirikan rumah di Pantai Sanur lokasi museum sekarang. Disini Ni Nyoman Pollok, setiap hari bekerja sebagai model lukisan bersama dua orang temannya. Karena kecantikan dan keindahan tubuh Ni Nyoman Pollok membuat Le Mayeur semakin betah tinggal di Bali dan pada akhirnya kedua insan tersebut menikah pada tahun 1935.
Pada tahun 1956 ketika Bapak Bahder Djohan selaku Menteri Pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan datang mengunjungi rumah Le Mayeur sangat terkesan dan minta kepada Le Mayeur agar rumahnya dijadikan museum. Ide itu disambut dengan senang hati dan mulai saat itu Le Mayeur terus berkarya untuk meningkatkan mutu lukisannya.
Kemudian pada tanggal 28 Agustus 1957 impiannya itu menjadi kenyataan. Tetapi pada tahun 1958 Le Mayeur menderita sakit kanker telinga yang sangat ganas, dan dengan ditemani Ni Pollok pergi ke Belgia untuk berobat. Setelah dua bulan berobat di Belgia, pada bulan Mei 1958 Le Mayeur meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dikubur disana. Ni Nyoman Pollok kembali ke Bali untuk mengurus rumah tangganya yang telah menjadi museum sampai meninggal dunia pada tanggal 28 Juli 1985 dalam usia 68 tahun.
Memasuki ruang yang kedua yaitu ruang tempat menyimpan buku-buku bacaan pribadi. Selain itu juga dipakai untuk menerima keluarga atau teman dekat yang datang dari jauh dan menginap untuk sementara waktu.
Di Ruang yang Ketiga, lebih luas dibandingkan dengan ruangan-ruangan sebelumnya. Ruangan ini adalah bekas studio tempat Le Mayeur melukis Ni Pollok sebagai model lukisannya. Ruangan ini sering digunakan untuk melengkapi koleksi lukisan yang dianggap kurang untuk dijadikan museum.
Ruangan terakhir yang Ane masuki adalah ruang tempat tidur Ni Pollok dan Le Mayeur. Mereka sangat senang tidur disini dan tak pernah pindah hingga Le Mayeur berbaring menunggu hari keberangkatannya ke Belgia untuk berobat. Selepas Le Mayeur wafat, Ni Pollok tetap menempati kamar ini hingga akhir hayatnya.
Lukisan Le Mayeur memang kebanyakan mengangkat Ni Pollok sebagai model lukisannya sob, namun selain itu juga menggunakan wanita-wanita Bali lain. Ada wanita-wanita yang sedang menari, melaksanakan upacara adat dan agama, sedang bermain-main di Pantai Sanur, serta beragam kehidupan dalam suasana senang.
Kalau dipikir-pikir lukisan-lukisan yang ada di museum ini mirip dengan yang ada di Museum Antonio Blanco sob, sama-sama menggunakan isterinya sebagai model lukisannya namun lukisan-lukisannya tak sehot yang ada di Museum Antonio Blanco, hehehe.
Insya Allah kalau ada rezeki mau juga Mas saya maen kesana..hehee
BalasHapusAmiiieeen,,, tak do'akan mas semoga mas Syahran bisa maen kesana, :-)
HapusWow.. Bali banyak museumnya :D
BalasHapusIya mbak Nhe, betul banget,,, :-)
Hapus