Pagi itu cukup cerah, saat itu tanggal 26 September 2016. Ane yang seorang diri mengendarai kuda hijau Ane menuju ke bagian timur Pulau Bali. Ntah apa yang Ane cari disana, kepuasankah, penasarankah, atau bahkan mencari jati diri yang belum Ane temukan. Setidaknya ada 3 tempat yang akan Ane kunjungi disana diantaranya Desa Tenganan Pegringsingan, Taman Ujung Soekasada, dan Taman Air Tirta Gangga. Memang tempat ini cukup jauh dari Kota Denpasar, dan mungkin banyak wisatawan yang melewatkannya. Namun bagi Ane ada sesuatu hal yang berhasil membawa Ane menuju kesana yaitu melihat Bali dari sudut pandang yang lain.
Ane sendiri suka dengan perjalanan di pagi hari, suasana masih sepi dan lengang sehingga Ane dapat mengendarai kuda hijau Ane dengan cepat. Apalagi saat Ane menyusuri jalan Bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra yang menghubungkan Kota Denpasar dengan Kabupaten Karangasem, jalannya cukup luas dengan jalan cepat dan lambat terpisah. Memasuki wilayah Kabupaten Karangsem, Ane sempat ragu-ragu. Apakah sudah benar dengan jalan yang Ane lalui ini. Pasalnya jalan yang awalnya luas kini berubah menjadi lebih sempit seperti jalan biasa. Agar tak jauh menyimpang, Ane pinggirkan kuda hijau Ane dan bertanya kepada warga setempat. Ternyata benar apa yang Ane lalui ini. Beliau mengatakan bahwa untuk menuju ke Desa Tenganan Pegringsingan, tak jauh dari Pantai Candidasa ada belokan kearah kiri. Ikuti jalan tersebut hingga mentok. Iya, tujuan pertama Ane adalah mengunjungi Desa Tenganan Pegringsingan karena tempat tersebut merupakan tempat terdekat dari Ane berkendara.
Ternyata benar apa yang dikatakannya itu, sekitar 7 Km dari tempat Ane bertanya tersebut Ane menemui sebuah belokan yang mengarah kekiri. Disitu terdapat sebuah plank yang mengarah ke tujuan Ane, tanpa fikir panjang Ane langsung membelokkan kuda hijau Ane kearah tersebut. Kurang lebih seperempat jam kemudian sampailah Ane di lokasi yang Ane tuju yakni Desa Tenganan Pegringsingan yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Suasana masih sepi, belum banyak warga yang beraktivitas. Di tempat parkir saja belum banyak kendaraan yang datang. Untuk dapat memasuki desa ini, Ane harus bergerak kearah barat dari tempat parkir. Disini Ane melihat kalau Desa Tenganan Pegringsingan ini memiliki 2 buah pintu utama, pintu masuk yang ada dibagian barat dan pintu keluar ada dibagian timur. Kesan pertama Ane menginjakkan kaki disini adalah desa yang nyaman dan tenang sekaligus membuat khawatir Ane karena banyak anjing yang berkeliaran. Ya, Ane trauma dengan yang namanya anjing. Ane pernah akan ditabrak motor gara-gara anjing, sekarang sebisa mungkin menghindarinya.
|
Tempat parkir Desa Tenganan Pegringsingan |
|
Salah satu ekor anjing yang sedang berkeliaran di sekitar desa |
Dibagian pintu masuk desa, Ane disambut oleh dua buah patung orang yang sedang berperang. Kedua-duanya tidak sedang membawa senjata keris, panah atau senjata yang lainnya, namun sebuah balok berbentuk persegi panjang. Entah apa maknanya Ane kurang begitu paham. Untuk memasuki area Desa Tenganan, Ane melalui sebuah loket. Namun sayang, loketnya belum buka alias masih tutup.
|
Sebuah Loket di Desa Tenganan Pegringsingan |
|
Patung 2 orang yang sedang berperang |
Ane menunggu didepannya hingga akhirnya agak lama menunggu tiba-tiba terdengar sebuah suara dari dalam,"masuk saja mas, bukanya masih lama soalnya". Eow ternyata suara tersebut adalah suara dari seorang pedagang souvernir yang sedang menata barang dagangannya. "Baik mas", jawab Ane sambil melihat sekitar dan berfikir wokelah.
Begitu memasuki pintu masuk yang sempit, suasana terasa beda begitu tenang dan damai. Rumah-rumah beratap rumbia berdempet memanjang dari selatan ke utara. Dibagian tengahnya terdapat semacam bale beratapkan ijuk dengan bermacam-macam ukuran dan mempunyai namanya masing-masing. Tentu bale-bale tersebut mempunyai fungsinya masing-masing, ada Bale Jineng, Bale Gambang, dan lain sebagainya.
|
Bale Jineng Desa Tenganan Pegringsingan |
|
Bale Gambang Desa Tenganan Pegringsingan |
Bahkan ada sebuah Bale yang menurut Ane paling panjang diantara bale-bale yang lainnya yaitu Bale Petemu Kelod. Nampaknya penduduk Desa Tenganan mulai sadar dengan keberadaan desa mereka sebagai tujuan wisata, banyak artshop yang menjual berbagai macam kerajinan seperti anyaman bambu, lukisan yang diukir diatas daun lontar, dan paling terkenal adalah kain gringsing.
|
Bale Petemu Kelod |
|
Silahkan masuk mas/mbak |
Ditengah perjalanan setidaknya ada 2 hal yang berhasil menarik perhatian Ane, yakni ayam jago berwarna-warni berada didalam kurungan, ada yang berwarna pink, kuning, putih, dan lain sebagainya. Sementara hal lainnya yaitu beberapa kerbau yang dibiarkan bebas berkeliaran begitu saja tanpa diikat di perkarangan rumah mereka. Ane sempat khawatir saat melihat seekor kerbau yang juga melihat Ane dengan pebuh kecurigaan. Ada perasaan takut jikalau seekor kerbau tersebut mendekati dan mengejar Ane.
|
Ayam jago berwarna-warni dalam kurungan |
|
Kerbau-kerbau yang dibiarkan begitu saja tanpa diikat di pekarangan rumah |
Menyusuri desa ini benar-benar membuat Ane kagum. Selain nyaman dan damai, ditengah arus globalisasi desa ini masih tetap bertahan seperti ini. Konon katanya, desa ini tak lepas dari yang namanya peraturan desa yang disebut dengan awig-awig.
Setelah bertemu dengan persimpangan jalan di samping kanan bale yang cukup besar, Ane memilih untuk lurus saja ke utara. Ada apakah gerangan disana? ada sesuatukah yang bisa Ane eksplorer? ternyata oh ternyata Ane hanya melihat sebuah pohon beringin yang cukup rimbun, sebuah sekolah dasar yang cukup tua umurnya yakni Sekolah Dasar Negeri 1 Tenganan, dan sebuah gapura yang berdiri megah atas sana.
|
Di samping bangunan ini ada jalan yang cukup kecil |
|
Pohon beringin yang cukup rimbun |
|
Sekolah Dasar Negeri 1 Tenganan tampak dari depan |
Ane berhenti agak lama di depan sekolah ini. Ada yang menarik disini yakni dandan cantik ala gadis muda di Bali, gadis muda berkepang dua dengan seutas pita dirambutnya. Tak hanya disini saja, disepanjang perjalanan menuju tempat inipun Ane sering menjumpainya. Senangnya anak-anak tersebut bermain dihalaman sekolah.
Puas melihat-lihat anak-anak bermain dihalaman sekolah, Ane memilih balik ke area persimpangan jalan dekat dengan bale tadi. Sesampainya disini Ane belok kearah kiri (timur), Ane menjumpai seorang pedagang yang baru saja membuka warungnya. Sedangkan dibagian atas bukit sana terlihat sebuah gerbang masuk menuju setra/makam desa.
|
Ini warung yang baru saja buka! |
|
Sebuah gerbang masuk menuju setra/makam desa |
Vegetasi pohonnya masih lebat sehingga terkesan menyeramkan, hi atut. Sebenarnya Ane penasaran dengan setra tersebut, berhubung belum banyak warga yang beraktifitas, Anepun memilih untuk melanjutkan perjalanan lagi. Sama seperti saat masuk, diakhir perjalanan Ane harus melewati sebuah pintu keluar yang cukup kecil. Disitu tertulis bahwa,"Pintu ini akan ditutup pada jam 6 sore, silahkan lewat jalur di barat".
|
Pemandangan yang Ane temui saat perjalanan menuju pulang |
|
Pintu keluarnya cukup kecil |
Begitu keluar, sampailah Ane di tempat parkiran lagi. Setelah mengunjungi tempat ini setidaknya Ane tahu kalau desa tradisional yang ada di Bali itu masih ada hingga sekarang ini dan masih terjaga dengan baik. Keren dah, Yuk sob kita jaga bersama-sama supaya desa-desa tradisional yang ada di negara kita tercinta ini tetap ada dan tidak hilang di makan zaman.
Untuk penginapannya ada ga disana Mas Anis..?
BalasHapusSetahu saya sieh nggak ada mas,,, Soalnya kan tempat ini dekat dengan Kota Amlapura sehingga bisa menginap di kota itu mas.
Hapushmmm kayaknya benar benar traveler nih. tau betul seluk belum objek wisata
BalasHapusNggak kok mas, cuman sering-sering baca aja, hehehe.
Hapuskepengen deh datang ke sini
BalasHapusdesanya damai dan tenang ya
Iya mbak Monda, betul banget, :-)
Hapus