Perjalanan menuju Tanah Lot terbilang tak direncanakan Ane sebelumnya, pasalnya hari ketiga Ane di Bali hanya berencana mengeksplorer daerah Ubud saja. Berhubung hari masih sore (jauh dari jadwal waktu shalat maghbrib), maka Ane putuskan langsung menuju Tanah Lot. Dari penginapan, Ane arahkan kuda hijau Ane menuju Tanah Lot. Melalui Jl. Gatot Subroto kearah barat hingga mentok belok kiri (selatan) melalui Jl. Raya Kerobokan dan bersambung melalui Jl. Raya Canggu serta mengikuti petunjuk jalan yang ada.
Kalau boleh Ane bilang Jalan Gatot Subroto dan Jalan Raya Kerobokan merupakan jalan lingkar Bali. Ane kira awalnya semua karakter jalannya sama seperti Jalan Lingkar Yogyakarta, eh ternyata tidak. Untuk jalan Gatot Subroto okelah jalannya cukup lebar, tetapi untuk Jl. Raya Kerobokan jalannya sempit dan seperti jalan biasa saja.
Perjalanan Ane terbilang nggak lancar, ditengah jalan Ane harus terguyur hujan yang sangat deras, Ane keluarkan mantol dari dalam jok dan kemudian Ane pakai. walaupun Ane memakai mantol, Ane tetap saja berteduh dulu karena jalan yang Ane lewati penuh dengan genangan air. Saat hujan mulai nggak deras alias hujan rintik-rintik, Ane kendarai lagi kuda hijau Ane hingga akhirnya sampai juga di depan pintu masuk Tanah Lot. Beruntung hujan sedikit reda.
Kalau sobat ingin berkunjung ke Tanah Lot ini nggak usah khawatir tersesat atau kesasar sob karena disepanjang persimpangan jalan ada papan petunjuk yang mengarah kesini. Secara gitu tempat ini kan sangat terkenal di kalangan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Di pintu masuk, Ane dikenai retribusi sebesar 12k dengan rincian tiket masuk 10k dan parkir kuda hijau Ane sebesar 2k.
Mungkin cuaca sedang kurang bagus ya sob, begitu sudah memarkirkan kuda hijau Ane hujan datang lagi. Yaileh, hujan lagi, hujan lagi. Ane pun yang masih memakai mantol tak menghiraukan hujannya, langsung masuk kedalam area pura. Begitu masuk Ane langsung berdecak kagum betapa indahnya pura ini walau dalam keadaan hujan. Selama ini Ane hanya bisa menyaksikkan Pura Tanah lot lewat televisi, kini Ane menyaksikkan sendiri dengan mata telanjang.
Pura Tanah Lot yang terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali ini dibangun pada dua tempat yang berbeda sob. Satu terletak di atas tebing yang menjorok kelaut (Tuh Ane sudah narsis didepannya, hehehe) dengan tebingnya yang unik bolong ditengahnya hingga menyerupai jembatan dengan bentuk yang melengkung, dan satunya lagi dibangun diatas bongkahan batu besar.
Ane yang saat ini berada di bagian barat pura, penasaran dengan pemandangan apa yang disuguhkan di timur sana. Pasalnya banyak orang yang berjalan dari arah timur. Lantas Ane berjalan kearah timur sob. Beruntung hujan pun reda, namun Ane malas untuk melepas mantol. Ternyata oh ternyata terdapat sebuah pura lagi yang sangat mengagumkan pemandangannya. Pura ini dikelilingi oleh air lut dengan hantaman ombak yang begitu besar, sehingga pura ini tampak seperti mengapung di atas laut.
Terlihat dibawah sana banyak pengunjung yang memadati pura. Ada yang sedang melaksanakan ibadah, adapula yang hanya sekedar jalan-jalan saja. Tentu Ane tertarik untuk turun ke bawah sana dong sob, setelah melepas mantol Ane capcus kesana. Sesampainya dibawah, Ane baru sadar kalau pintu masuk yang Ane lewati tadi bukanlah pintu masuk utama. Buktinya disini Ane melihat candi bentar dan sebuah papan peresmian yang diapit oleh payung khas Bali berwarna merah.
Ane berhenti sejenak memperhatikan dengan seksama pura ini. Pura Tanah Lot menurut Ane cukup unik. Seperti pura pada umumnya di Bali, area Pura Tanah Lot ini terbagi menjadi 3 daerah yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Hal unik yang terjadi disini yaitu letak madya mandala lebih rendah dibandingkan dengan nista mandala, dan utama mandala berada di atas bongkahan batu karang yang wajib kita saksikan saat berkunjung kesini.
Dibagian nista mandala terdapat sebuah wantilan yang dibangun dibagian sebelah kanan candi bentar, sementara dibagian madya mandala terdapat sebuah ruang sekretariat, tempat sembahyang, dan juga tempat dimana seperangkat gamelan diletakkan. Beruntung, saat ini Ane dapat menyaksikkan perayaan hari raya umat Hindu, karena disini sedang dilangsungkan sebuah acara tersebut sehingga pengunjung pura terbilang sangat padat.
Disini Ane sangat senang, berwisata ke sebuah pura dan dapat mendengarkan musik gamelan khas Bali. Hidup ini begitu indah, tenang, nyaman dan damai. Sebenarnya masih betah ingin berlama-lama mendengarkan musik ini, namun karena hari semakin sore Ane bergegas menuju ke pantainya. Di pinggir tebing terdapat sebuah gua bertuliskan "Ular suci (Holy snake)", nampaknya keberadaan ular suci yang sebelumnya pernah Ane dengar itu ada disini.
Menurut cerita bahwa ular suci ini jelmaan dari selendang pendiri pura yaitu Danghyang Nirartha. Ular suci inilah yang diutus sebagai ular penjaga pura. Ular ini jinak, berwarna hitam dan putih, serta berekor pipih seperti ikan. Ane sempat ingin melihat dan menyentuh ular tersebut, namun beberapa kali Ane melihatnya yang menyentuh adalah mereka yang sedang beribadah maka Ane urungkan niat Ane. Tak jauh dari gua ini, ada sebuah pura bernama Penataran Luhur Tanah Lot. Ane mengambil gambar dulu sebentar sebelum menuju ke utama mandala seberang sana.
Ada kejadian menarik di seberang sana sob, ada seorang bule yang ingin masuk kedalam utama mandala, namun dia dihadang oleh beberapa pecalang. Sepertinya Ia benar-benar ingin masuk kedalam sampai-sampai ia menunjukkan sebuah selendang seolah-olah mengisyaratkan bahwa ia masuk dengan memakai selendang. Tapi apa yang terjadi? beberapa pecalang tersebut tetap melarangnya dan Ane menerka-nerka kalau tak ada pengunjung yang boleh masuk kecuali yang ingin beribadah saja. Akhirnya bule tersebut mau menerima penjelasan dari pecalang dan segera turun kebawah.
Sekarang saatnya Ane menyeberang kesana. Dengan mencincing sandal sambil berpegangan pada seutas tambang, Ane menginjak-injakkan kaki pada batu karang sambil berfikir bagian batu karang mana yang aman Ane injak. Langkah pertama aman sampai juga Ane di bagian bawah puranya. Ew, setelah Ane jeprat-jepret datanglah seorang pecalang menghampiri Ane kalau Ane tak boleh mengambil foto dekat-dekat dengan gua. Ya, dibagian Pura Tanah Lot terdapat sebuah gua yang sangat menarik untuk dinikmati. Gua ini pun kelihatannya sangat penting keberadaannya karena Ane melihat pemangku menyiprat-nyipratkan air suci ke seluruh peserta ibadah.
Sang Pecalang bilang kalau mau ngambil gambar di seberang sana saja (sambil menunjuk kearah daratan). Anepun menurutinya dan setelah puas berkeliling-keliling pura, lantas pulanglah Ane menuju penginapan. Jalan keluar yang Ane lalui ini berbeda dengan jalan masuk tadi. Disini banyak terdapat toko-toko yang menjual berbagai macam suvernir, ada yang menjual patung, lukisan, kain pantai dan lain sebagainya.
Menikmati pemandangan yang ada di Tanah Lot ini sebaiknya sore hari sob saat matahari terbenam di ufuk barat, tapi saat Ane kesini cuaca sedang kurang bersahabat. Nggak apa-apalah, dapat melihat pura di Tanah Lot ini saja sudah cukup bagi Ane. Ane dapat melihat berbagai hal disini.
Jam buka pura: Pukul 7 pagi-7 malam Wita
Kalau sobat ingin berkunjung ke Tanah Lot ini nggak usah khawatir tersesat atau kesasar sob karena disepanjang persimpangan jalan ada papan petunjuk yang mengarah kesini. Secara gitu tempat ini kan sangat terkenal di kalangan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Di pintu masuk, Ane dikenai retribusi sebesar 12k dengan rincian tiket masuk 10k dan parkir kuda hijau Ane sebesar 2k.
Tiket masuk dan tarif parkir sepeda motor |
Tempat parkir sepeda motor |
Pura Tanah Lot yang terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali ini dibangun pada dua tempat yang berbeda sob. Satu terletak di atas tebing yang menjorok kelaut (Tuh Ane sudah narsis didepannya, hehehe) dengan tebingnya yang unik bolong ditengahnya hingga menyerupai jembatan dengan bentuk yang melengkung, dan satunya lagi dibangun diatas bongkahan batu besar.
Ane yang saat ini berada di bagian barat pura, penasaran dengan pemandangan apa yang disuguhkan di timur sana. Pasalnya banyak orang yang berjalan dari arah timur. Lantas Ane berjalan kearah timur sob. Beruntung hujan pun reda, namun Ane malas untuk melepas mantol. Ternyata oh ternyata terdapat sebuah pura lagi yang sangat mengagumkan pemandangannya. Pura ini dikelilingi oleh air lut dengan hantaman ombak yang begitu besar, sehingga pura ini tampak seperti mengapung di atas laut.
Ane berhenti sejenak memperhatikan dengan seksama pura ini. Pura Tanah Lot menurut Ane cukup unik. Seperti pura pada umumnya di Bali, area Pura Tanah Lot ini terbagi menjadi 3 daerah yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Hal unik yang terjadi disini yaitu letak madya mandala lebih rendah dibandingkan dengan nista mandala, dan utama mandala berada di atas bongkahan batu karang yang wajib kita saksikan saat berkunjung kesini.
Dibagian nista mandala terdapat sebuah wantilan yang dibangun dibagian sebelah kanan candi bentar, sementara dibagian madya mandala terdapat sebuah ruang sekretariat, tempat sembahyang, dan juga tempat dimana seperangkat gamelan diletakkan. Beruntung, saat ini Ane dapat menyaksikkan perayaan hari raya umat Hindu, karena disini sedang dilangsungkan sebuah acara tersebut sehingga pengunjung pura terbilang sangat padat.
Ruang sekretariat |
Menurut cerita bahwa ular suci ini jelmaan dari selendang pendiri pura yaitu Danghyang Nirartha. Ular suci inilah yang diutus sebagai ular penjaga pura. Ular ini jinak, berwarna hitam dan putih, serta berekor pipih seperti ikan. Ane sempat ingin melihat dan menyentuh ular tersebut, namun beberapa kali Ane melihatnya yang menyentuh adalah mereka yang sedang beribadah maka Ane urungkan niat Ane. Tak jauh dari gua ini, ada sebuah pura bernama Penataran Luhur Tanah Lot. Ane mengambil gambar dulu sebentar sebelum menuju ke utama mandala seberang sana.
Ada kejadian menarik di seberang sana sob, ada seorang bule yang ingin masuk kedalam utama mandala, namun dia dihadang oleh beberapa pecalang. Sepertinya Ia benar-benar ingin masuk kedalam sampai-sampai ia menunjukkan sebuah selendang seolah-olah mengisyaratkan bahwa ia masuk dengan memakai selendang. Tapi apa yang terjadi? beberapa pecalang tersebut tetap melarangnya dan Ane menerka-nerka kalau tak ada pengunjung yang boleh masuk kecuali yang ingin beribadah saja. Akhirnya bule tersebut mau menerima penjelasan dari pecalang dan segera turun kebawah.
Bulenya ngeyel |
Dia lihat sekitar |
Dia turun |
Sang Pecalang bilang kalau mau ngambil gambar di seberang sana saja (sambil menunjuk kearah daratan). Anepun menurutinya dan setelah puas berkeliling-keliling pura, lantas pulanglah Ane menuju penginapan. Jalan keluar yang Ane lalui ini berbeda dengan jalan masuk tadi. Disini banyak terdapat toko-toko yang menjual berbagai macam suvernir, ada yang menjual patung, lukisan, kain pantai dan lain sebagainya.
Menikmati pemandangan yang ada di Tanah Lot ini sebaiknya sore hari sob saat matahari terbenam di ufuk barat, tapi saat Ane kesini cuaca sedang kurang bersahabat. Nggak apa-apalah, dapat melihat pura di Tanah Lot ini saja sudah cukup bagi Ane. Ane dapat melihat berbagai hal disini.
Jam buka pura: Pukul 7 pagi-7 malam Wita
Bali memang penuh dengan budayanya yang memikat dunia.
BalasHapusIya mas Mirwan,,, betul banget :-)
HapusWAh masih tetep rame ya kang ??
BalasHapusane terakhir pas waktu piknik SMA dulu. wkwkwkw
berapa tahun yg lalu ya? 5 atau 6 kalo nggak salah..
Iya mas,,, kayaknya nggak pernah sepi nieh tempat,,,
Hapuskeren mas liputannya, selalu keren deh..
BalasHapusdulu aku pernah ke tanah lot mas, cuma ya di situ2 aja, ga sampai di puranya.
salut juga ah.. mas Anis melaku2 sendirian aja, kalau aku jalan2 gitu sendirian sudah mati gaya he he he... eh iya ga sendirian juga kali ya, ada kuda hijaunya..
Hahaha,,, betul mbak betul,,,
Hapusada kuda hijau saya yang setia menemani selalu,,, :-)