Apa yang terlintas di benak sobat bila mendengar kata "museum"? pastilah pemandangannya gitu - gitu aja, gak mengasyikkan, membosankan, dll dan bahkan mungkin ada yang beranggapan Kalau toh pergi ke museum itu karena ada sebuah tuntutan dan kewajiban untuk kesitu misal karena ada tugas dari sekolah, kampus, dll. Hayo ngaku, ngaku aja. Yapz benar, bukan hanya sobat saja yang beranggapan demikian tetapi Ane juga iya, hehe. Tapi beda cerita kalau mendengar kata Museum Angkut atau Museum Kata Andrea Hirata, mungkin ingin segera kesana dan melihat secara langsung walaupun dengan tiket masuk yang terbilang tidak murah. iya kan?
Oke, back to topic. Tahu tidak sob di Jogja ada sebuah museum lo dan memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh museum lainnya? Museum apa itu? yaw, namanya Museum Pangeran Diponegoro. Sebenarnya sieh museum ini bernama "Museum Sasana Wiratama", kata salah satu petugas yang berjaga di museum ini yaitu mas Farhan. Bagaimana ceritanya? yuk kita ikuti sama - sama.
Jadi selepas sarapan di Warung Soto Pak Sholeh Al Barokah, perjalanan Ane lanjutkan menuju ke museum ini. Jaraknya tidak jauh, bahkan sangat dekat sekali karena berada kurang lebih 100 meter dari Warung Pak Sholeh. Sesampainya di museum, yaw maklumlah namanya juga museum pengunjungnya juga dalam sehari bisa dihitung dengan jari, kalau sebulan yaw bisa ratusan, dan kalau setahun yaw hitung sendiri, mungkin orang berfikiran kalau pergi ke museum kurang menarik kali yaw. Itu terserah mereka dan hak mereka juga ingin berkunjung kemana yang penting kita, yuk kita pergi ke museum dan mencoba menyenanginya.
Benar tak ada seorang pun yang datang ketika Ane berkunjung kesana. Hanya ada beberapa orang yang sedang berjualan di depan museum seperti jualan bakso, soto, dan juga angkringan yang menjadi ciri khas bahwa ini Jogja dan seorang lagi yang sedang membeli sesuatu dan ternyata orang tersebut adalah salah satu petugas Museum Pangeran Diponegoro yang kemudian Ane ketahui namanya "Farhan". Beliaulah yang akan memandu Ane untuk berkeliling - keliling museum dan menjelaskan tentang apa - apa saja yang ada di museum ini. Berhubung beliau masih muda dan pembicaraan kita supaya akrab Ane memanggil beliau dengan sebutan mas. Tetapi sebelumnya Ane mengisi buku tamu dan memberikan kontribusi seikhlasnya dahulu ya sob.
Perbincangan awal kita mulai dari hal - hal yang kecil terlebih dahulu dan kemudian ke hal - hal yang lebih serius yaitu mengenai sejarah Pangeran Diponegoro. Jadi beruntung sekali Ane bisa mengunjungi museum ini kemarin karena semula museum ini memajang koleksinya secara asal - asalan dan sekarang lebih tertata karena museum ini baru diresmikan atas selesainya renovasi yang berlangsung pada hari Jumat, 30 Oktober 2015 yang dilakukan oleh petinggi TNI di jajaran korem 072 pamungkas.
Museum Pangeran Diponegoro terletak di Jl. HOS Cokroaminoto TR III/430 Tegalrejo Yogyakarta. Museum ini dibuat untuk menghormati jasa - jasa beliau dan sebagai bukti peristiwa pengepungan rumah Pangeran Diponegoro oleh Belanda yang menyebabkan tidak adanya jalan keluar. Maka salah satu jalan keluarnya dengan menjebol tembok. Museum ini menempati Bekas kediaman Pangeran Diponegoro dan keluarganya. Ahli waris menyetujui jika tanah peninggalan beliau didirikan monumen.
Di dalam museum terdapat dua gedung baru yang baru direnovasi dan terlihat megah yakni di sebelah barat digunakan untuk menyimpan berbagai macam koleksi seperti senjata - senjata tradisional yang dahulu pernah digunakan oleh Pangeran Diponegoro dan pasukannya seperti bandil, keris, bedil, tombak dan lainnya.
Bandil |
Berbagai macam keris |
Berbagai macam mata tombak |
Bedil/Senapan hasil rampasan dari Belanda |
Koleksi lainnya berwujud peralatan rumah tangga yang terbuat dari kuningan dan tembaga seperti wadah air minum dan cangkirnya, mangkok dan lainnya. Ada juga koleksi seperangkat alat kesenian berupa gamelan dan juga tameng yang digunakan dalam peperangan dan biasanya di genggam di tangan sebelah kiri.
Berbagai macam peralatan rumah tangga |
Seperangkat alat kesenian berupa gamelan |
Tameng |
Dari sekian banyaknya koleksi, Ada satu hal menarik yang membuat mata Ane terpana yaitu koleksi kereta kuda model tertutup dan masih terawat dengan baik. Anepun penasaran dan melontarkan sebuah pertanyaan kepada Mas Farhan, "Mas, apakah kereta ini dahulu digunakan oleh Pangeran Diponegoro?". "Oh, bukan ini hanya sebagai koleksi saja dan tidak digunakan oleh pangeran", timpal beliau. "oh begitu" jawab Ane. Tapi tahukah sobat bila koleksi sebuah kereta inilah yang menjadi koleksi unggulan di museum ini.
Selain koleksi berupa benda - benda, di museum ini juga terpampang dengan jelas silsilah dan rekan - rekan Pangeran Diponegoro. Berdasarkan keterangan dari mas Farhan, bahwa pernah suatu ketika ada seseorang pengunjung yang mengaku - ngaku masih dalam keturunan Sang Pangeran namun tidak tercantum dalam silsilah. Wajar saja bila ada seseorang yang mengaku - ngaku masih keluarga Sang Pangeran karena saat itu Sang Pangeran lah yang meminta agar keluarganya dikaburkan beritanya dari telinga Belanda agar keluarganya tetap aman dan tidak di incar oleh Belanda karena memang saat itu Pangeran Diponegoro menjadi buruan No.1 Belanda. Lalu, "Bagaimana dengan seseorang yang mengaku - ngaku tadi?", tanya Ane. Dan Beliau menjawab bahwa untuk memastikan kebenaran pengakuannya dari seseorang tersebut di sini terdapat tim yang menangani hal itu. Jadi apakah seseorang tersebut memang benar keturunannya atau bukan dari tim itulah dapat diketahui.
Sedangkan sebuah gedung lainnya terletak di sebelah timur dan rencananya akan digunakan untuk ruang audio visul. Mengapa baru rencana? yapz, karena gedung ini termasuk gedung baru dan peralatan pendukungnya belum memadai.
Berbicara mengenai asal - usul Pangeran Diponegoro, Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785 dari seorang selir bernama R.A Mangkarawati dan merupakan putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Ia juga bergelar " Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi". Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar. Untuk menghormati jasa - jasanya kepada negara, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
Adapun menurut mas Farhan dari berbagai gambar sang Pangeran Diponegoro yang ada yang paling mirip adalah sebuah gambar yang ada di bawah ini.
Menganai riwayatnya, Pangeran Diponegoro menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, beliau menolak keinginan ayahnya untuk mengangkatnya menjadi raja. Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya (permaisuri Hamengkubuwana I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton.
Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822). Saat itu Sang Pangeran menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari - hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Belanda.
Kesewenang - wenangan Belanda memasang patok di tanah milik leluhur Sang Pangeran di desa Tegalrejo menjadi puncak kebencian Sang Pangeran terhadap Belanda. Sebelumnya Ia memang sudah tidak suka dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan membebankan pajak yang tinggi.
Sikap Sang Pangeran yang menentang Belanda secara terbuka mendapat simpati dan dukungan rakyat tak terkecuali dengan para kyai antara lain Kyai Maja dan Sentot Ali Basa. Selama Perang Diponegoro atau lebih dikenal juga dengan nama "Perang Jawa" yang terjadi pada tahun 1825 - 1830, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara diupayakan Belanda untuk menangkap Sang Pangeran. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Sang Pangeran. Sampai akhirnya Sang Pangeran di tangkap pada tahun 1830 dalam sebuah rekayasa perundingan antara Sang Pangeran dengan Belanda yang telah disiapkan Belanda sebagai sebuah siasat untuk menangkap Sang Pangeran.
Ada dua buah lukisan yang menggambarkan penangkapan Sang Pangeran ketika itu. Lukisan pertama karya Nicolas Pieneman yang dilukis pada tanggal 28 Maret 1830 dengan judul "De Onderwerping Van Diepo Negoro aan luitenant De Kock" dan lukisan kedua karya Raden Saleh yang selesai dilukis pada tahun 1857.
Bila kita perhatikan lebih seksama maka akan ada perbedaan suasana penangkapan saat itu. Menurut mas Farhan bahwa gambar yang mendekati suasana yang real saat itu adalah gambar yang berada di sebelah kiri karya Raden Saleh. Dari gambar tersebut terlihat bahwa Pangeran Diponegoro menunjukkan perlawanan saat ditangkap oleh Belanda. Berbeda halnya dengan gambar yang terletak di sebelah kanan yang seolah - olah Pangeran Diponegoro dan para sahabatnya menyerah dan tidak menunjukkan adanya perlawanan saat penangkapan terjadi pada dirinya.
Beruntung cerita yang berkembang selama ini adalah sesuai dengan gambar yang terjadi di sebelah kiri. Namun Mas Farhan menyayangkan adanya gambar yang terdapat di buku - buku misalnya di buku anak SD atau SMP yang banyak menggunakan gambar sebelah kanan.
Keluar dari ruang koleksi, kini Ane diajak berkeliling untuk melihat apa saja yang ada di lingkungan museum. Di luar gedung terdapat dua buah relief yang menempel di tembok. Relief ini menggambarkan peperangan pasukan Pangeran Diponegoro melawan pasukan Belanda pada tahun 1825 - 1830 yang dikenal dengan nama Perang Jawa dalam bahasa Belanda disebut "Java Oorlog". Diatasnya ada relief penangkapan Pangeran Diponegoro yang terjadi di Magelang.
Apakah masih ada hal yang perlu diketahui di luar museum? jawabannya ada dan bahkan ini sangat unik yakni jebolnya tembok yang ada di sisi sebelah barat. Konon jebolnya tembok ini karena ilmu dan kesaktian yang dimiliki Sang Pangeran, ketika itu Sang Pangeran dan Pasukannya sudah terkepung oleh Belanda. Berhubung kekuatan pasukan Pangeran yang tidak berimbang dan menghindari korban yang jatuh semakin banyak, Beliau dan pasukannya menyelamatkan diri dengan menjebol tembok ini dan lari ke area Bantul memasuki hutan dan berdiam di Goa Selarong. Di Goa Selarong inilah beliau mengatur siasat melawan Belanda sebelum akhirnya di tangkap.
Dahulu belakang tembok yang jebol ini langsung menembus rumah penduduk. Untuk menjaga dan menghindari runtuhnya tembok maka pihak museum menutupnya.
Di bagian pelataran museum terdapat beberapa benda yang dahulu sempat digunakan oleh Sang Pangeran dan pasukannya diantaranya padasan yang berbentuk mirip kendi. Kendi yang asli sudah retak dan untuk menjaga agar tetap baik maka di semen dan untuk menunjukkan kalau di tempat tersebut terdapat sebuah kendi maka ditaruhlah kendi tiruan yang berada di atasnya.
Selain tempat padasan, terdapat juga batu comboran Pangeran Diponegoro. Batu comboran ini merupakan tempat makan minum (bahasa Jawa: Ngombor) kuda milik Pangeran Diponegoro yang bernama Kyai Gentayu yang merupakan kuda hitam yang gagah dengan warna putih di ujung keempat kakinya. Kyai Gentayu ini merupakan hadiah dari eyangnya ketika beliau di khitan.
Dah sampai disini petualangan Ane di museum ini dan semoga sedikit ceita di atas dapat sedikit memberikan manfaat bagi yang membacanya. Lihat dan buktikan sendiri keunikan tembok jebolnya yang dimiliki oleh Museum Pangeran Diponegoro ini. Eow iya bagi yang ingin berkunjung kesini, berikut jam operasional dan letak posisi museum.
Sampai jumpa.
Ada dua buah lukisan yang menggambarkan penangkapan Sang Pangeran ketika itu. Lukisan pertama karya Nicolas Pieneman yang dilukis pada tanggal 28 Maret 1830 dengan judul "De Onderwerping Van Diepo Negoro aan luitenant De Kock" dan lukisan kedua karya Raden Saleh yang selesai dilukis pada tahun 1857.
Beruntung cerita yang berkembang selama ini adalah sesuai dengan gambar yang terjadi di sebelah kiri. Namun Mas Farhan menyayangkan adanya gambar yang terdapat di buku - buku misalnya di buku anak SD atau SMP yang banyak menggunakan gambar sebelah kanan.
Keluar dari ruang koleksi, kini Ane diajak berkeliling untuk melihat apa saja yang ada di lingkungan museum. Di luar gedung terdapat dua buah relief yang menempel di tembok. Relief ini menggambarkan peperangan pasukan Pangeran Diponegoro melawan pasukan Belanda pada tahun 1825 - 1830 yang dikenal dengan nama Perang Jawa dalam bahasa Belanda disebut "Java Oorlog". Diatasnya ada relief penangkapan Pangeran Diponegoro yang terjadi di Magelang.
Di bagian pelataran museum terdapat beberapa benda yang dahulu sempat digunakan oleh Sang Pangeran dan pasukannya diantaranya padasan yang berbentuk mirip kendi. Kendi yang asli sudah retak dan untuk menjaga agar tetap baik maka di semen dan untuk menunjukkan kalau di tempat tersebut terdapat sebuah kendi maka ditaruhlah kendi tiruan yang berada di atasnya.
Selain tempat padasan, terdapat juga batu comboran Pangeran Diponegoro. Batu comboran ini merupakan tempat makan minum (bahasa Jawa: Ngombor) kuda milik Pangeran Diponegoro yang bernama Kyai Gentayu yang merupakan kuda hitam yang gagah dengan warna putih di ujung keempat kakinya. Kyai Gentayu ini merupakan hadiah dari eyangnya ketika beliau di khitan.
Sampai jumpa.
Hooo, tembok jebolnya masih ada toh, hehehe. Dulu ke sini pas masih kecil, sekitar tahun 96 - 97 klo ga salah dan yang bikin takjub itu ya tembok jebolnya itu. Dulu dibilangnya itu dijebol pangeran Diponegoro sambil naik kuda. Pikirku kok kudanya nggak kenapa-kenapa ya habis jebol tembok. Hahaha :D
BalasHapusMasih ada mas,,,iya setuju, justru tembok jebolnya lah bisa menarik wisatawan yang datang,,, Aku sendiri penasaran dengan tembok jebolnya mas,hehehee... Wah udah lama banget yaw mas wijna kesana. Sekarang gedungnya tambah top markotop lo mas. Memang ada dua versi cerita. Pertama Pangeran yang menjebol karena memiliki kesaktian, dan yang kedua dengan kuda Sang Pangeran. Tapi kalau dengan kuda bagaimana caranya? apa nggak sakit tuh badan Pangeran dan jebolannya mungkin nggak seperti itu. Menurut saya yang paling sesuai yaw point no. 1
HapusWow! Dindingnya tebal banget gitu. Gimana cara ngejebolnya ya? Pake meriam?
BalasHapusYang menjebol Pangeran Diponegoro,,, konon katanya sieh pakai kesaktiannya,,, jadi tidak menggunakan meriam
Hapushehehe.... wah museum yg sering dipake buat kawinan... keren bsk pengen buat acara resepsi di tempat wisata hehe....
BalasHapusHahaha,,,, ide bagus itu mas,,,, yang suka wisata bisa mengadakan acaranya disini
HapusOalaaah, ternyata museum ini buka Senin - Sabtu aja. Pantesan beberapa kali ke sana Hari Minggu dipakai kondangan mulu :D
BalasHapusIya mbak,,, hahahaha
HapusMemang tempatnya dikomersilkan kok mbak buat siapa saja yang mau makai museum ini, :-)